Imigrasi Aceh Petakan Kerawanan Pelanggaran Keimigrasian untuk Cegah Ilegalitas
Ditjen Imigrasi Aceh memetakan sejumlah wilayah rawan pelanggaran keimigrasian, termasuk penyimpangan izin tinggal dan perlintasan imigran ilegal, guna mencegah potensi masalah dan meningkatkan pengawasan.
Banda Aceh, 24 April 2024 - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Aceh secara proaktif memetakan sejumlah wilayah yang dianggap rawan pelanggaran keimigrasian. Langkah ini bertujuan untuk mencegah berbagai pelanggaran hukum oleh warga negara asing di Provinsi Aceh, ujung barat Indonesia. Pemetaan ini mencakup berbagai potensi pelanggaran, mulai dari penyimpangan izin tinggal hingga perlintasan imigran ilegal. Kepala Kantor Wilayah Ditjen Imigrasi Aceh, Novianto Sulastono, menjelaskan strategi ini dalam konferensi pers di Banda Aceh.
Novianto Sulastono menekankan pentingnya pemetaan kerawanan ini sebagai langkah strategis dalam menangani potensi pelanggaran. Ia menyatakan, "Kami memetakan kerawanan tersebut guna memudahkan penanganannya. Ada beberapa kerawanan pelanggaran keimigrasian di wilayah Aceh." Potensi pelanggaran tersebut tersebar di 23 kabupaten dan kota di Provinsi Aceh, mencakup berbagai jenis pelanggaran keimigrasian.
Wilayah-wilayah rawan tersebut telah diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan kantor imigrasi yang bertanggung jawab. Hal ini memudahkan koordinasi dan pengawasan yang lebih efektif. Dengan adanya pemetaan ini, diharapkan tindakan pencegahan dan penindakan dapat dilakukan secara tepat sasaran dan efisien.
Wilayah Rawan Pelanggaran Keimigrasian di Aceh
Pemetaan kerawanan keimigrasian di Aceh dilakukan berdasarkan wilayah kerja masing-masing kantor imigrasi. Kantor Imigrasi Banda Aceh bertanggung jawab mengawasi Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, dan Kabupaten Pidie Jaya. Sementara itu, Kantor Imigrasi Sabang mencakup Kota Sabang dan Kecamatan Kepulauan Pulo Aceh. Kantor Imigrasi Meulaboh memiliki wilayah kerja yang luas, meliputi Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Simeulue, Kabupaten Aceh Selatan, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Aceh Singkil.
Selanjutnya, Kantor Imigrasi Takengon mengawasi Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Gayo Lues, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Kantor Imigrasi Lhokseumawe bertanggung jawab atas Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe, dan Kabupaten Aceh Timur. Terakhir, Kantor Imigrasi Langsa meliputi Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, dan Kabupaten Aceh Tamiang. Hampir semua potensi kerawanan yang dipetakan terkait dengan izin tinggal, perlintasan di tempat pemeriksaan imigrasi (TPI), serta imigran ilegal.
"Hampir semua potensi kerawanan keimigrasian terkait izin tinggal, perlintasan tempat pemeriksaan imigrasi, serta imigran ilegal," kata Novianto Sulastono menjelaskan cakupan pemetaan yang dilakukan.
Peningkatan Pengawasan dan Kerja Sama Tim Pora
Untuk mencegah pelanggaran yang dilakukan oleh orang asing, Ditjen Imigrasi Aceh bekerja sama dengan Tim Pengawasan Orang Asing (Pora). Tim Pora terdiri dari berbagai instansi terkait yang berkolaborasi dalam pengawasan orang asing di Aceh. Kerja sama ini mencakup peningkatan pengawasan dan pertukaran informasi secara berkala.
Novianto Sulastono menjelaskan, "Kami juga menggelar pertemuan dengan Tim Pora guna saling bertukar informasi. Pertemuan tersebut juga membahas tugas pokok masing-masing instansi yang terlibat pengawasan orang asing agar tidak saling tumpang tindih." Koordinasi yang baik antar instansi sangat penting untuk memastikan pengawasan yang efektif dan terintegrasi.
Ditjen Imigrasi Aceh menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap orang asing. Meskipun sebagian besar orang asing yang datang ke Indonesia memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian, pengawasan tetap diperlukan untuk mencegah potensi kerugian bagi masyarakat. Oleh karena itu, kolaborasi dengan Tim Pora menjadi kunci dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan
Novianto Sulastono mengajak masyarakat Aceh untuk turut berpartisipasi aktif dalam mengawasi dan melaporkan keberadaan serta kegiatan orang asing yang mencurigakan. Laporan dari masyarakat dianggap sebagai bagian penting dari upaya pencegahan pelanggaran keimigrasian. Partisipasi masyarakat ini akan memperkuat sistem pengawasan dan memberikan informasi penting yang mungkin terlewatkan oleh pihak berwenang.
Dengan adanya pemetaan kerawanan, peningkatan pengawasan, dan partisipasi aktif masyarakat, diharapkan dapat meminimalisir pelanggaran keimigrasian di Provinsi Aceh dan menjaga keamanan serta ketertiban wilayah. Keberhasilan upaya ini bergantung pada kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan masyarakat.