Kejagung Resmi Ajukan Banding atas Vonis Tom Lembong: Selisih Kerugian Negara Jadi Sorotan Utama
Kejaksaan Agung secara resmi mengajukan banding vonis Tom Lembong terkait kasus korupsi impor gula, dengan perbedaan perhitungan kerugian negara menjadi alasan utama JPU.
Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah secara resmi mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terhadap mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Pengajuan banding ini dilakukan setelah vonis dibacakan pada Jumat (18/7), dan dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, pada Rabu (23/7).
Langkah banding ini diambil karena adanya perbedaan pandangan yang signifikan terkait jumlah kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus korupsi importasi gula tersebut. Perbedaan angka kerugian negara menjadi poin krusial yang mendasari keputusan JPU untuk menempuh jalur hukum selanjutnya.
Keputusan JPU untuk mengajukan banding menunjukkan komitmen Kejagung dalam menegakkan hukum dan memastikan keadilan terkait kasus korupsi yang merugikan keuangan negara. Proses banding ini diharapkan dapat membawa kejelasan dan keseragaman dalam penentuan besaran kerugian negara yang sebenarnya.
Perbedaan Perhitungan Kerugian Negara
Dalam persidangan vonis, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menetapkan kerugian negara akibat kasus korupsi importasi gula yang menjerat Tom Lembong adalah sebesar Rp194,72 miliar. Selain itu, Majelis Hakim juga menyatakan bahwa selisih pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) gula kristal putih (GKP) serta gula kristal mentah (GKM) sejumlah Rp320,69 miliar tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara.
Angka ini sangat berbeda dengan dakwaan JPU yang menyebutkan adanya kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar dalam kasus yang sama. Selisih angka yang cukup besar ini menjadi salah satu alasan utama mengapa JPU merasa perlu untuk mengajukan banding.
Anang Supriatna menjelaskan bahwa perbedaan ini menjadi objek penting dalam memori banding JPU. Terlebih lagi, Kejagung telah berhasil menyita dan menerima pengembalian uang dari sembilan tersangka lain dalam kasus importasi gula tersebut sebesar Rp565 miliar pada Februari 2025, angka yang mendekati perhitungan kerugian negara versi JPU.
Jumlah pengembalian uang yang telah disita tersebut semakin memperkuat argumen JPU mengenai besaran kerugian negara yang sebenarnya. Oleh karena itu, JPU berharap pengadilan tingkat banding dapat mempertimbangkan bukti dan argumen yang mereka ajukan untuk mencapai putusan yang lebih sesuai dengan fakta yang ada.
Detail Kasus dan Vonis Tom Lembong
Tom Lembong sendiri telah divonis pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara setelah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Selain hukuman penjara, ia juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp750 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Perbuatan Tom Lembong dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal ini mengatur tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dalam dakwaan, Tom Lembong disebut merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar, antara lain karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan. Penerbitan surat tersebut dilakukan tanpa didasarkan pada rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Selain itu, surat persetujuan impor gula kristal mentah tersebut diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih. Padahal, Tom Lembong mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena merupakan perusahaan gula rafinasi. Ia juga tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.