Kerja Sama Bank Sulteng dan Mega Corpora Disorot Guru Besar Untad: Potensi Kerugian dan Kendali Operasional
Guru Besar Untad, Muhtar Lutfi, menyoroti kerja sama Bank Sulteng dan Mega Corpora yang dinilai merugikan Bank Sulteng karena kendali operasional yang longgar dan potensi kerugian bagi daerah.
Palu, 14 Mei 2024 - Kerja sama antara Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah (Bank Sulteng) dan PT Mega Corpora dalam Kelompok Usaha Bank (KUB) menuai sorotan dari Guru Besar Universitas Tadulako (Untad) Palu, Muhtar Lutfi. Beliau mempertanyakan kesepakatan yang memberikan Mega Corpora, dengan kepemilikan saham 26 persen, jatah dua posisi direktur dan satu komisaris di Bank Sulteng. Hal ini dinilai berpotensi merugikan Bank Sulteng dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.
Sorotan utama tertuju pada Pasal 10 Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara kedua pihak. Muhtar Lutfi menjelaskan bahwa pasal tersebut secara eksplisit memberikan Mega Corpora kendali signifikan atas operasional Bank Sulteng. Menurutnya, penempatan dua direktur, yaitu Direktur Kepatuhan dan Direktur Bisnis, oleh Mega Corpora menunjukkan potensi dominasi dalam pengambilan keputusan di bank daerah tersebut.
Lebih lanjut, Muhtar Lutfi, yang juga mantan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Untad dan anggota pemantau risiko Bank Sulteng 2021-2023, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap model kerja sama ini. Ia berpendapat bahwa kendali operasional Bank Sulteng akan semakin longgar, dan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, kurang memberikan perhatian serius, menganggap Bank Sulteng sebagai perusahaan biasa.
Potensi Kerugian dan Saran Perbaikan
Muhtar Lutfi menyoroti potensi kerugian yang ditimbulkan oleh kerja sama ini. Ia berpendapat bahwa dengan kepemilikan saham 26 persen, Mega Corpora seharusnya hanya menempati satu posisi direktur, yaitu Direktur Kepatuhan, dan satu posisi komisaris. Tiga posisi direktur lainnya dan posisi komisaris lainnya, menurutnya, merupakan hak Pemerintah Provinsi Sulteng sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan pemerintah kabupaten/kota se-Sulawesi Tengah.
Ia secara khusus menyarankan agar pasal 10 ayat 1 PKS, yang memberikan hak Direktur Keuangan/Bisnis kepada Mega Corpora, dipertimbangkan ulang. Menurutnya, pasal tersebut perlu direvisi agar lebih seimbang dan melindungi kepentingan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah serta daerah-daerah lainnya.
Muhtar Lutfi juga menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap pengelolaan Bank Sulteng. Pemerintah daerah, menurutnya, harus lebih proaktif dan tidak menganggap Bank Sulteng sebagai perusahaan biasa, mengingat perannya yang vital dalam perekonomian daerah.
Persetujuan OJK dan RUPS-LB
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyetujui penggabungan Bank Sulteng dengan PT Mega Corpora dalam KUB. Hal ini disampaikan oleh Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Sulteng, Rudi Dewanto, usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT Bank Sulteng pada Jumat, 20 September 2024. RUPS-LB tersebut dihadiri oleh PT Mega Corpora dan 13 pemerintah kabupaten/kota se-Sulawesi Tengah.
Rudi Dewanto menjelaskan bahwa KUB merupakan tindak lanjut dari Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2020 tentang konsolidasi bank umum, yang mensyaratkan penyertaan modal inti minimal Rp3 triliun bagi Bank Umum dan Bank Daerah hingga Desember 2022 dan Desember 2024.
Perlu ditekankan bahwa kerja sama ini dilakukan dalam rangka memenuhi ketentuan permodalan yang ditetapkan oleh OJK. Namun, penting untuk memastikan bahwa kesepakatan tersebut tidak mengorbankan kepentingan daerah dan pengelolaan Bank Sulteng yang sehat dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, kerja sama Bank Sulteng dan Mega Corpora perlu ditinjau kembali untuk memastikan keseimbangan dan menghindari potensi kerugian bagi daerah. Transparansi dan pengawasan yang ketat sangat diperlukan untuk memastikan pengelolaan Bank Sulteng tetap optimal dan menguntungkan masyarakat Sulawesi Tengah.