Legislator Desak Revisi UU Kehutanan untuk Lindungi Hutan Adat Maluku
Anggota DPR RI Saadiah Uluputty mendesak revisi UU Kehutanan untuk melindungi hutan adat di Maluku dan menyelesaikan berbagai persoalan hukum, ekologi, dan sosial yang muncul pasca-UU Cipta Kerja.
Anggota DPR RI daerah pemilihan Maluku, Saadiah Uluputty, dengan tegas menyerukan perlunya revisi menyeluruh terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Hal ini dinilai sebagai langkah krusial untuk melindungi hutan dan hak-hak masyarakat adat di Maluku, khususnya dalam konteks pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Sorotan utama ditujukan pada sejumlah pasal yang telah direvisi melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Revisi tersebut, menurut Saadiah, telah menimbulkan berbagai permasalahan hukum, ekologi, dan sosial yang belum terselesaikan. Salah satu poin penting yang disoroti adalah penghapusan batas minimal 30 persen kawasan hutan dari luas wilayah atau pulau, yang dianggap sebagai ambang batas ekologis penting untuk keberlanjutan lingkungan hidup.
Perubahan kewenangan penetapan fungsi kawasan hutan yang kini sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat juga menjadi perhatian serius. Saadiah menyayangkan minimnya mekanisme pengawasan legislatif yang memadai dalam perubahan kebijakan ini. Ia menekankan bahwa revisi UU Kehutanan harus menjadi momentum untuk mengembalikan semangat keberlanjutan dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia.
Revisi UU Kehutanan: Perlindungan Hutan Adat dan Pengawasan Perizinan
Saadiah Uluputty menekankan pentingnya pengakuan eksplisit terhadap hak-hak masyarakat adat atas hutan adat dalam revisi UU Kehutanan. Selama ini, pengakuan tersebut hanya bersifat parsial dan seringkali menimbulkan konflik karena klaim hutan negara. "Putusan Mahkamah Konstitusi sudah jelas bahwa hutan adat bukan bagian dari hutan negara. Tetapi hingga kini, praktiknya belum sepenuhnya berubah. Revisi UU ini harus menjadi tonggak pengakuan penuh atas hak masyarakat adat," tegas Saadiah.
Selain itu, ia juga mendorong pengetatan pengawasan terhadap perizinan usaha kehutanan, terutama di kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Langkah ini bertujuan untuk mencegah kerusakan hutan yang lebih luas dan memastikan pengelolaan yang bertanggung jawab. Setiap izin usaha kehutanan harus disertai dengan komitmen tanggung jawab lingkungan yang jelas dan sanksi tegas bagi pelanggar, termasuk korporasi.
Saadiah menegaskan komitmennya untuk mengawal proses legislasi revisi UU Kehutanan. Ia berharap revisi ini akan menghasilkan undang-undang yang benar-benar berpihak pada rakyat, lingkungan, dan keadilan sosial. "Revisi UU Kehutanan ini bukan semata soal perizinan dan investasi, tetapi soal masa depan hutan kita, masyarakat adat, dan keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang," ucapnya.
Mencari Keadilan dan Keberlanjutan dalam Pengelolaan Hutan
Permasalahan pengelolaan hutan di Indonesia, khususnya di Maluku, menunjukkan betapa pentingnya revisi UU Kehutanan yang komprehensif. Kehilangan batas minimal 30 persen kawasan hutan dari luas wilayah atau pulau berdampak signifikan terhadap keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, revisi UU ini harus mengembalikan keseimbangan tersebut.
Lebih lanjut, pengakuan hak-hak masyarakat adat atas hutan adat merupakan kunci untuk menyelesaikan konflik agraria dan memastikan keadilan bagi masyarakat lokal. Pengakuan ini bukan hanya soal legalitas, tetapi juga soal pengakuan atas kearifan lokal dan kontribusi masyarakat adat dalam menjaga kelestarian hutan.
Pengawasan yang ketat terhadap perizinan usaha kehutanan juga menjadi hal yang krusial. Sanksi tegas bagi pelanggar, baik individu maupun korporasi, akan memberikan efek jera dan mencegah kerusakan lingkungan yang lebih besar. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses perizinan juga perlu ditingkatkan untuk memastikan pengelolaan hutan yang bertanggung jawab.
Dengan demikian, revisi UU Kehutanan bukan hanya sekadar perubahan regulasi, tetapi juga merupakan komitmen untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Revisi ini harus mampu menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan kelestarian lingkungan dan keadilan sosial.
Revisi UU Kehutanan ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk melindungi hutan dan hak-hak masyarakat adat di Maluku dan seluruh Indonesia, memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan mewujudkan keadilan sosial bagi semua.