Menag Buka Suara Soal Penggeledahan Kemenag oleh KPK, Kasus Kuota Haji Rugikan Negara Triliunan Rupiah?
Menteri Agama Nasaruddin Umar angkat bicara terkait penggeledahan Kemenag oleh KPK dalam kasus kuota haji. Berapakah kerugian negara yang ditaksir dan bagaimana kelanjutan proses hukumnya?
Menteri Agama Nasaruddin Umar angkat bicara terkait penggeledahan Kantor Ditjen PHU. Penggeledahan ini dilakukan KPK pada Sabtu lalu di Jakarta.
Tindakan KPK ini bagian dari penyidikan dugaan korupsi kuota haji. Menag menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada lembaga antirasuah.
Kasus ini disorot setelah KPK umumkan potensi kerugian negara. Pihak kementerian berkomitmen membersihkan praktik kotor di dalamnya.
Proses Penyidikan KPK dan Temuan Awal
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berhasil mengamankan sejumlah dokumen penting. Selain itu, barang bukti elektronik juga disita setelah penggeledahan di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengapresiasi kerja sama dari pihak Kemenag selama proses penggeledahan. Kemenag dinilai kooperatif dan membantu kelancaran tugas penyidik.
KPK secara resmi memulai penyidikan perkara dugaan korupsi ini pada 9 Agustus 2025. Perkara tersebut berkaitan dengan penentuan kuota serta penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024. Sebelum itu, KPK juga telah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada 7 Agustus 2025. Ini menunjukkan keseriusan KPK dalam menuntaskan kasus ini.
Dalam upaya menghitung kerugian keuangan negara, KPK tengah berkomunikasi intensif dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan bahwa penghitungan awal kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun. Di tanggal yang sama, KPK juga melakukan pencegahan terhadap tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Sorotan Pansus Angket DPR RI Terhadap Kuota Haji
Selain penanganan oleh KPK, dugaan kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 juga menjadi perhatian serius. Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya mengklaim telah menemukan beberapa kejanggalan signifikan. Temuan ini menambah daftar panjang permasalahan yang harus dihadapi Kementerian Agama terkait pengelolaan haji.
Titik poin utama yang menjadi sorotan Pansus Angket adalah perihal pembagian kuota haji tambahan. Pembagian tersebut berasal dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Pansus menyoroti pembagian kuota yang dilakukan dengan rasio 50:50.
Saat itu, Kementerian Agama memutuskan untuk membagi kuota tambahan tersebut secara merata. Sebanyak 10.000 kuota dialokasikan untuk haji reguler, sementara 10.000 kuota lainnya diperuntukkan bagi haji khusus. Pembagian ini memicu perdebatan dan pertanyaan dari berbagai pihak.
Keputusan pembagian kuota 50:50 tersebut dinilai tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah secara jelas mengatur proporsi kuota haji. Undang-undang tersebut menetapkan bahwa kuota haji khusus seharusnya sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen sisanya dialokasikan untuk kuota haji reguler.