Mengejutkan! BCA Ungkap Dampak Tarif AS Terhadap Kredit Manufaktur Masih Minim, Likuiditas Perbankan Ample
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyatakan dampak kebijakan tarif resiprokal AS terhadap penyaluran kredit manufaktur masih minimal, meski terus mencermati dinamika global.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengungkapkan bahwa dampak kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat (AS) terhadap penyaluran kredit sektor manufaktur di Indonesia masih sangat minim. Pernyataan ini disampaikan oleh Presiden Direktur BCA, Hendra Lembong, dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Rabu, 30 Juli.
Meskipun demikian, perseroan tetap memantau perkembangan lebih lanjut terkait dinamika global. Sebagian besar negosiasi final kebijakan tarif AS dijadwalkan akan diumumkan pada bulan Agustus mendatang. Pengecualian mungkin terjadi untuk China, yang pengumumannya berpotensi ditunda.
Hendra Lembong menekankan bahwa tantangan bagi industri perbankan pada paruh kedua tahun ini akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan perdagangan AS. Kebijakan ini berdampak pada berbagai negara, termasuk Indonesia, sehingga BCA terus berdiskusi dengan nasabah ekspor-impor untuk memberikan dukungan.
Dinamika Global dan Respons Perbankan
Hendra Lembong menjelaskan bahwa pihaknya aktif berdiskusi dengan nasabah yang bergerak di sektor ekspor-impor. Hal ini dilakukan untuk memahami dampak langsung dari kebijakan perdagangan internasional. BCA berkomitmen untuk terus memantau situasi global secara cermat.
Perseroan berupaya mencari solusi inovatif untuk mendukung nasabah. Tujuannya adalah agar bisnis mereka dapat terus berkembang di tengah ketidakpastian ekonomi global. Strategi ini penting untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan sektor manufaktur.
Dampak tarif AS memang menjadi perhatian, namun BCA melihat sektor manufaktur masih resilient. Ini menunjukkan adaptasi yang baik dari pelaku usaha di Indonesia. Perbankan berperan penting dalam memfasilitasi adaptasi tersebut melalui dukungan finansial.
Likuiditas Perbankan dan Pertumbuhan Kredit BCA
Wakil Presiden Direktur BCA, John Kosasih, menambahkan bahwa kondisi likuiditas perbankan saat ini semakin ample atau tersedia cukup. Tren penurunan suku bunga turut menopang ketersediaan likuiditas ini. Situasi ini menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penyaluran kredit.
Realisasi belanja pemerintah dan proyek-proyek strategis nasional diharapkan meningkat pada paruh kedua tahun 2025. Peningkatan ini berpotensi besar mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dampaknya juga akan terasa pada penyaluran kredit dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK).
Pada semester I 2025, kredit BCA tercatat tumbuh signifikan sebesar 12,9 persen secara year-on-year (yoy), mencapai Rp959 triliun. Pertumbuhan ini mencakup berbagai segmen. Kredit korporasi tumbuh 16,1 persen yoy menjadi Rp451,8 triliun per Juni 2025.
Selain itu, kredit komersial naik 12,6 persen yoy menjadi Rp143,6 triliun, dan kredit UKM meningkat 11,1 persen yoy hingga Rp127 triliun. Total pertumbuhan kredit konsumer mencapai 7,6 persen yoy hingga Rp226,4 triliun. Kinerja kredit konsumer ini ditopang oleh pertumbuhan KPR sebesar 8,4 persen dan KKB 5,2 persen.
Kualitas Pinjaman yang Terjaga
Meskipun terjadi pertumbuhan kredit yang solid, kualitas pinjaman BCA tetap terjaga dengan baik. Hal ini tercermin dari rasio loan at risk (LAR) yang berada di angka 5,7 persen pada semester I 2025. Angka ini menunjukkan perbaikan signifikan dari 6,4 persen pada tahun sebelumnya.
Rasio non performing loan (NPL) BCA juga terkelola dengan baik, berada di level 2,2 persen. Angka NPL yang rendah ini mengindikasikan manajemen risiko yang efektif. Ini juga menunjukkan kemampuan nasabah dalam memenuhi kewajiban pinjaman mereka.
Kualitas aset yang sehat ini memberikan fondasi kuat bagi BCA untuk terus mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan likuiditas yang ample dan manajemen risiko yang prudent, BCA siap menghadapi dinamika pasar. Ini memastikan keberlanjutan bisnis di tengah ketidakpastian global.