Meskipun Turun 30,9%, Laba Bersih PT Timah Semester I 2025 Capai Rp300 Miliar, Dekati Target Tahunan
PT Timah membukukan laba bersih Rp300 miliar pada semester I 2025, turun 30,9% dari tahun sebelumnya. Capaian ini menarik perhatian, mengingat sudah 93% target tahunan perseroan.
PT Timah Tbk (TINS) berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp300 miliar pada semester I tahun 2025. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 30,9 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang mencapai Rp434,5 miliar.
Meskipun terjadi penurunan, pencapaian laba bersih ini patut diperhatikan karena sudah mencapai 93 persen dari target yang telah ditetapkan perseroan untuk tahun ini, yaitu sebesar Rp322,64 miliar. Hal ini mengindikasikan efisiensi dan strategi adaptif perusahaan di tengah dinamika pasar.
Dari sisi pendapatan, PT Timah membukukan Rp4,22 triliun pada paruh pertama tahun 2025, menurun 19,0 persen dari Rp5,21 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan pendapatan ini sejalan dengan volume penjualan logam timah yang juga mengalami koreksi.
Tren Pendapatan dan Beban Operasional
Penurunan pendapatan PT Timah pada semester I 2025 tidak serta merta diikuti oleh peningkatan beban operasional yang signifikan. Beban pokok pendapatan perseroan justru turun 15,6 persen, dari Rp4 triliun di semester I 2024 menjadi Rp3,37 triliun di semester I 2025. Efisiensi ini turut membantu menopang kinerja keuangan perusahaan.
Namun, laba usaha yang dibukukan perusahaan tercatat sebesar Rp380 miliar, lebih rendah dibandingkan semester I 2024 yang mencapai Rp687 miliar. Penurunan ini juga tercermin pada pencapaian EBITDA yang sebesar Rp838 miliar, atau lebih rendah 31 persen dari Rp1,21 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, kinerja PT Timah pada tahun ini diharapkan dapat tumbuh positif. Hal ini seiring dengan tren stabilisasi harga timah yang mulai terlihat pada semester I 2025 setelah sempat mengalami gejolak hebat di awal tahun.
Dinamika Pasar Timah Global dan Prospek
Harga Timah di London Metal Exchange (LME) menunjukkan tren stabilisasi yang didukung oleh beberapa faktor kunci. Stok timah yang ketat dan pasokan yang terbatas menjadi pendorong utama, terutama karena tambang Man Maw di Myanmar masih belum beroperasi penuh hingga Agustus. Selain itu, smelter Pulau Indah di Malaysia juga belum beroperasi secara optimal.
Di sisi lain, ekspor timah dari Indonesia menunjukkan pemulihan yang signifikan. Data menunjukkan kenaikan sebesar 177 persen dalam enam bulan pertama tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024. Pemulihan ini menjadi indikator positif bagi industri timah nasional.
Permintaan global terhadap logam timah tetap tinggi, khususnya dari industri elektronik yang membutuhkan tin solder dan tin chemical. Pasar utama seperti Jepang dan Tiongkok terus menunjukkan kebutuhan yang kuat. Meskipun demikian, ketidakpastian kebijakan tarif perdagangan dari Amerika Serikat berpotensi memberikan tekanan pada permintaan global di masa mendatang.
Hingga akhir Juni 2025, persediaan timah di gudang LME berada pada posisi 2.220 ton, turun 53,3% dari awal tahun 2025 yang tercatat 4.760 ton. Penurunan stok ini mengindikasikan penyerapan pasar yang cukup baik.
Produksi dan Konsumsi Global
Berdasarkan laporan CRU Tin Monitor, pertumbuhan produksi logam timah global pada semester I 2025 diperkirakan naik 10,5 persen secara tahunan (YoY) menjadi 192.611 ton. Peningkatan produksi ini menunjukkan respons terhadap permintaan pasar yang terus berkembang.
Sementara itu, konsumsi logam timah global pada periode yang sama diperkirakan naik 3,9 persen secara tahunan (YoY) menjadi 191.163 ton. Angka ini menunjukkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan di pasar timah global, meskipun pasokan masih menghadapi beberapa tantangan.