Panja Pariwisata: Membangun Ketahanan Nasional Lewat Sektor Pariwisata Berkelanjutan
Panja Pariwisata di DPR RI bahas revisi UU Kepariwisataan untuk menciptakan sektor pariwisata Indonesia yang berkelanjutan, tangguh menghadapi krisis, dan berkeadilan untuk kesejahteraan rakyat.
Jakarta, 18 Februari 2025 - Peringatan Hari Ketahanan Pariwisata Global ke-3 pada 17 Februari lalu menjadi pengingat pentingnya strategi nasional untuk membangun sektor pariwisata yang tahan terhadap berbagai guncangan, seperti pandemi COVID-19 atau konflik global. Indonesia, dengan kekayaan destinasi wisata dari Sabang sampai Merauke, memiliki potensi besar, namun perlu strategi jitu untuk mewujudkan ketahanan nasional pariwisata yang berkelanjutan.
Membangun Pariwisata Berkelanjutan: Sebuah Keniscayaan
Pariwisata berkelanjutan tak hanya soal keindahan alam. Ia berperan krusial dalam pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan terciptanya lapangan kerja yang layak. Lebih jauh, pariwisata yang baik dapat mempercepat perubahan menuju konsumsi dan produksi berkelanjutan, serta memberdayakan ekonomi perempuan, generasi muda, dan komunitas lokal. Inilah visi besar yang ingin dicapai melalui revisi Undang-Undang (UU) Kepariwisataan.
Peran Panja Pariwisata dalam Merevisi UU Kepariwisataan
Pemerintah, melalui Panitia Kerja (Panja) Pariwisata di DPR RI, tengah berupaya merevisi UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Proses revisi ini dimulai sejak Juli 2024 dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Setelah pembahasan awal dan penyusunan daftar inventarisir masalah (DIM), RUU ini dibawa ke periode selanjutnya untuk pembahasan lebih mendalam. Tujuannya jelas: menciptakan regulasi yang adil dan berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat.
Tantangan dan Solusi: Infrastruktur, Regulasi, dan Pendanaan
Beberapa tantangan utama yang dihadapi adalah infrastruktur dasar yang belum memadai di beberapa destinasi wisata. Akses yang terbatas menghambat pertumbuhan wisatawan. Regulasi yang terintegrasi, khususnya terkait transportasi penerbangan, juga krusial. Harga tiket pesawat yang tinggi, misalnya, membuat wisatawan lebih memilih destinasi luar negeri. Negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi pun telah beralih ke sektor pariwisata, menjadi contoh bagi Indonesia untuk berbenah.
Oleh karena itu, revisi UU Kepariwisataan harus memberikan solusi konkrit. Pengalokasian anggaran yang jelas dan terarah untuk pembangunan infrastruktur dan promosi pariwisata sangat penting. Program-program yang direncanakan tidak boleh hanya sebatas wacana, tetapi harus terlaksana dengan baik.
Melihat Masa Depan yang Cerah
Indonesia telah melewati berbagai krisis, dari krisis ekonomi hingga krisis kesehatan. Pengalaman ini menjadi pelajaran berharga untuk membangun sektor pariwisata yang tangguh dan berkelanjutan. Pariwisata bukan hanya investasi keindahan, tetapi juga investasi pembangunan manusia. Pengembangan sekolah-sekolah vokasi perhotelan dan pariwisata akan menjadi modal utama dalam pembangunan pariwisata di masa mendatang. Dengan demikian, masyarakat lokal dapat diberdayakan dan turut merasakan manfaat dari perkembangan sektor pariwisata.
Dengan komitmen dan kerja sama yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia dapat mewujudkan ketahanan nasional pariwisata yang berkelanjutan, berkeadilan, dan mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
*) Novita Hardini adalah Anggota Komisi VII DPR RI