Polemik Pelantikan Kades Baru di Banjarnegara: 34 Kades Tolak Pelantikan
34 kepala desa di Banjarnegara dengan SK perpanjangan jabatan hingga 2026 menolak pelantikan 51 kades terpilih pada Februari 2025, menimbulkan polemik terkait putusan MK dan kebijakan Pemda.
Banjarnegara, Jawa Tengah, tengah dihadapkan pada polemik pelantikan kepala desa (kades) baru. 34 kades yang telah mendapat Surat Keputusan (SK) perpanjangan masa jabatan hingga April 2026 menolak rencana pelantikan 51 kades hasil pemilihan pada Maret 2024 yang dijadwalkan pada 3 Februari 2025. Perseteruan ini memunculkan pertanyaan penting terkait legalitas dan kewenangan kedua belah pihak.
Kuasa hukum 34 kades tersebut, Toni Triyanto, menyatakan keberatannya. Ia berpendapat bahwa SK perpanjangan masa jabatan para kades yang diwakilinya masih berlaku dan belum dibatalkan. Oleh karena itu, pelantikan kades baru dianggapnya prematur dan berpotensi menimbulkan konflik. Menurutnya, tindakan Penjabat (Pj.) Bupati Banjarnegara yang tetap melaksanakan Pilkades dan melanjutkan pelantikan, dinilai sebagai sebuah kesewenang-wenangan.
Toni Triyanto menekankan pentingnya perlindungan hak 34 kades tersebut. Ia mempertanyakan status kades perpanjangan jabatan jika kades baru dilantik. Sebagai upaya hukum, ia mengancam akan menggugat Pj. Bupati ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika SK perpanjangan jabatan dibatalkan.
Pj. Bupati Banjarnegara, Muhammad Masrofi, memberikan penjelasan terkait rencana pelantikan. Ia menyatakan bahwa pelantikan tersebut didasari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 92/PUU-XXII/2024, surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Pj. Gubernur Jawa Tengah. Putusan MK tersebut dinilai final dan mengikat, sehingga otomatis menghentikan masa jabatan kades yang diperpanjang.
Putusan MK Nomor 92/PUU-XXII/2024 menjadi landasan utama Pj. Bupati dalam mengambil keputusan. Putusan ini memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan menjadi dasar bagi kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah. Hal ini yang kemudian menjadi dasar untuk melakukan pelantikan kades terpilih hasil Pilkades Maret 2024.
Konflik ini menyoroti pentingnya kejelasan regulasi dan penegakan hukum dalam proses pergantian kepemimpinan desa. Perbedaan interpretasi atas aturan yang berlaku menimbulkan permasalahan hukum yang kompleks dan berpotensi berlarut-larut. Solusi yang adil dan bijaksana dibutuhkan untuk menyelesaikan polemik ini dan mencegah terjadinya konflik sosial yang lebih luas.
Baik pihak kades yang menolak pelantikan maupun Pj. Bupati Banjarnegara memiliki argumen yang kuat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, penyelesaian kasus ini membutuhkan proses hukum yang transparan dan memperhatikan semua aspek yang terkait, memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Polemik ini menjadi sorotan penting dalam konteks tata kelola pemerintahan desa di Indonesia. Kejelasan aturan dan mekanisme penyelesaian konflik yang efektif sangat dibutuhkan untuk memastikan proses transisi kepemimpinan desa berjalan lancar dan tanpa menimbulkan gejolak sosial. Langkah-langkah hukum yang tepat perlu diambil untuk menyelesaikan polemik ini secara tuntas.