RUU EBET Tetap Prioritas, Kendala PBJT Masih Diperdebatkan
Pemerintah melalui Kementerian ESDM menegaskan RUU EBET tetap prioritas meskipun pembahasan pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT) masih menjadi perdebatan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) tetap menjadi prioritas utama dalam pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Meskipun demikian, proses legislasi masih menghadapi tantangan, khususnya terkait pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT). Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Sahid Junaidi, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) di Jakarta, Selasa (29/4).
Sahid menjelaskan bahwa hampir semua pasal dalam RUU EBET telah disepakati bersama DPR. Namun, perdebatan masih berfokus pada mekanisme PBJT. "Secara formal, pemerintah sudah menyampaikan tanggapannya, namun kebutuhan akan PBJT terus meningkat. Di internal pemerintah, kami sepakat bahwa isu ini perlu dinaikkan," ujar Sahid. Ia menambahkan bahwa Kementerian ESDM saat ini sedang mencari momentum tepat untuk mengkomunikasikan isu ini antara pemerintah dan legislatif.
Meskipun terdapat rencana efisiensi anggaran, Sahid memastikan bahwa prioritas terhadap RUU EBET tidak akan berubah. Ia menekankan bahwa substansi PBJT yang diusulkan IESR sejalan dengan aspirasi pemerintah, tetapi proses legislasi yang membutuhkan kesepakatan bersama DPR memerlukan waktu.
Perdebatan Mengenai Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT)
Perdebatan seputar PBJT, atau yang dikenal secara global sebagai power wheeling, menjadi sorotan utama dalam pembahasan RUU EBET. IESR, dalam laporannya, mengusulkan PBJT sebagai solusi untuk mengatasi berbagai tantangan pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Skema ini memungkinkan pihak non-utilitas, seperti perusahaan swasta, untuk mengakses jaringan transmisi milik PLN dan menyalurkan listrik dari pembangkit swasta ke konsumen swasta dengan membayar biaya layanan.
Menurut IESR, skema ini menguntungkan semua pihak. Perusahaan dapat mencapai target energi terbarukan mereka, sementara PLN memperoleh sumber pendapatan jangka panjang yang stabil. Laporan tersebut juga menjelaskan bagaimana PLN dapat menyewakan saluran transmisinya dengan struktur dan insentif yang tepat. IESR menilai regulasi kelistrikan yang ada saat ini telah menyediakan ruang untuk implementasi dasar PBJT.
Sebagai perbandingan, IESR menyoroti keberhasilan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia yang telah mengimplementasikan mekanisme serupa. Hal ini meningkatkan daya saing internasional mereka dan mendorong pertumbuhan energi terbarukan. Oleh karena itu, IESR mendorong Indonesia untuk segera mengimplementasikan PBJT agar tetap menarik investasi asing di kawasan ini.
Dukungan IESR terhadap Implementasi PBJT
Institute for Essential Services Reform (IESR) merilis laporan yang mendukung implementasi PBJT di Indonesia. IESR menilai skema ini sebagai solusi efektif untuk mendorong pengembangan energi terbarukan. Dengan skema ini, perusahaan swasta dapat lebih mudah mengakses jaringan transmisi untuk menyalurkan energi terbarukan ke konsumen, tanpa harus bergantung sepenuhnya pada PLN.
Laporan IESR juga menekankan manfaat ekonomi dari PBJT, baik bagi perusahaan swasta maupun PLN. Perusahaan swasta dapat mengurangi biaya pengembangan infrastruktur, sementara PLN mendapatkan pendapatan tambahan dari penyewaan jaringan transmisi. Secara keseluruhan, IESR meyakini bahwa implementasi PBJT akan mempercepat transisi energi di Indonesia dan meningkatkan daya saing negara di pasar internasional.
Lebih lanjut, IESR menyarankan agar pemerintah segera membuat regulasi yang mendukung implementasi PBJT. Regulasi yang jelas dan transparan akan memberikan kepastian hukum bagi investor dan mendorong investasi di sektor energi terbarukan. Dengan demikian, Indonesia dapat mencapai target bauran energi terbarukan yang telah ditetapkan.
Kesimpulan
RUU EBET tetap menjadi prioritas pemerintah, namun perdebatan mengenai PBJT masih menjadi kendala. Dukungan dari IESR terhadap implementasi PBJT diharapkan dapat mendorong pemerintah dan DPR untuk segera mencapai kesepakatan. Implementasi PBJT dinilai penting untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan di Indonesia dan meningkatkan daya saing di tingkat internasional. Keberhasilan negara-negara tetangga yang telah menerapkan mekanisme serupa menjadi contoh yang dapat ditiru Indonesia.