Sempat Bantah Tertangkap, Bupati Kolaka Timur Abdul Azis Kini Resmi Tersangka Korupsi Pembangunan RSUD oleh KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, sebagai tersangka korupsi pembangunan RSUD. Simak kronologi penangkapannya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis (ABZ), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Penetapan ini diumumkan pada Sabtu dini hari, 9 Agustus, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Abdul Azis diduga berperan sebagai pihak penerima suap dalam perkara korupsi yang sedang diusut lembaga antirasuah tersebut. Kasus ini menjadi sorotan publik mengingat posisi Abdul Azis sebagai kepala daerah.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Kamis malam, 7 Agustus. Sebelumnya, Abdul Azis sempat membantah kabar penangkapannya saat berada di Makassar untuk menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem. Namun, setelah menghadiri acara tersebut, ia diamankan oleh tim KPK dan langsung dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. Proses hukum ini menegaskan komitmen KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Abdul Azis disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dugaan tindak pidana korupsi ini berkaitan erat dengan proyek pembangunan fasilitas kesehatan vital di daerahnya. KPK terus mendalami peran serta pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dalam kasus suap ini.
Kronologi Penetapan Bupati Kolaka Timur Tersangka
Penetapan Abdul Azis sebagai tersangka bermula dari serangkaian penyelidikan dan operasi senyap yang dilakukan KPK. Tim penyidik telah mengumpulkan bukti awal yang cukup kuat sebelum melakukan penangkapan. Asep Guntur Rahayu mengungkapkan bahwa Abdul Azis diduga menerima suap terkait proyek pembangunan RSUD, sebuah inisiatif penting untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Peran aktif Abdul Azis sebagai penerima suap menjadi fokus utama dalam penyidikan awal ini.
Sebelum penetapan ini, KPK telah melancarkan operasi tangkap tangan di dua lokasi berbeda, termasuk di Sulawesi Tenggara. Total tujuh orang berhasil diamankan dalam OTT tersebut, terdiri dari aparatur sipil negara dan pihak swasta. Penangkapan ini menunjukkan jaringan dugaan korupsi yang mungkin melibatkan berbagai pihak. KPK berkomitmen untuk mengungkap seluruh fakta dan pihak yang terlibat demi penegakan hukum.
Abdul Azis sendiri diamankan setelah menghadiri Rakernas Partai NasDem di Makassar. Meskipun sempat membantah telah ditangkap, ia kemudian dibawa oleh tim KPK ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif. Proses penangkapan ini berlangsung secara hati-hati untuk memastikan semua prosedur hukum terpenuhi. KPK akan terus melanjutkan penyidikan untuk mengumpulkan bukti tambahan dan mendalami motif di balik tindak pidana korupsi ini.
Detail Operasi Tangkap Tangan KPK
Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Kamis, 7 Agustus, melibatkan tim dari Jakarta dan Kendari. Tim dari Jakarta mengamankan tiga orang, sementara tim dari Kendari atau Sulawesi Tenggara berhasil mengamankan empat orang. Seluruh tujuh orang yang ditangkap memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari aparatur sipil negara hingga pihak swasta. Ini mengindikasikan adanya kolaborasi antara berbagai elemen dalam dugaan praktik korupsi.
Asep Guntur Rahayu juga menyebutkan adanya satu tim KPK yang masih bertugas di Sulawesi Selatan, meskipun ia tidak merinci apakah tim tersebut beroperasi di Makassar atau tidak. Keberadaan tim tambahan ini menunjukkan cakupan operasi yang luas dan mendalam. KPK berupaya untuk membongkar jaringan korupsi secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada satu individu atau lokasi.
Penangkapan Abdul Azis di Makassar setelah acara Rakernas Partai NasDem menjadi puncak dari operasi ini. Ia kemudian langsung diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani proses hukum lebih lanjut di Gedung Merah Putih KPK. Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh pejabat publik mengenai integritas dan akuntabilitas. KPK akan terus bekerja keras untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum ditindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku.