SETARA Institute Minta TNI Batalkan Telegram Pengamanan Kejaksaan
SETARA Institute mendesak pembatalan telegram dukungan TNI untuk pengamanan Kejaksaan, menilai tindakan tersebut bertentangan dengan konstitusi dan supremasi sipil.
Jakarta, 12 Mei 2024 - Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, melayangkan permintaan resmi kepada Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AD (KSAD) untuk mencabut surat telegram yang berisi dukungan TNI terhadap pengamanan Kejaksaan. Permintaan ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran atas potensi pelanggaran konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Hendardi menegaskan bahwa surat telegram tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI. Ia mempertanyakan urgensi keterlibatan TNI dalam pengamanan institusi sipil seperti Kejaksaan. "Tidak ada kondisi objektif yang mengindikasikan bahwa pengamanan institusi sipil penegak hukum, Kejaksaan RI, memerlukan dukungan pengerahan personel dari satuan tempur dan satuan bantuan tempur TNI," tegas Hendardi dalam pernyataan di Jakarta.
Lebih lanjut, Hendardi mengungkapkan kecurigaan adanya motif politik di balik kolaborasi yang semakin terbuka antara Kejaksaan dan TNI. Ia menekankan pentingnya pemahaman bahwa Kejaksaan sebagai bagian integral dari sistem hukum pidana harus sepenuhnya berada di bawah kendali sipil. Menurutnya, keterlibatan militer dalam sistem hukum pidana berpotensi mengancam supremasi sipil dan supremasi hukum di Indonesia.
Telegram TNI dan Supremasi Sipil
Hendardi melihat terbitnya surat telegram tersebut sebagai indikasi penguatan militerisme dalam sistem penegakan hukum, yang didorong oleh kepentingan politik Kejaksaan. Ia memperingatkan potensi melemahnya supremasi hukum akibat keterlibatan TNI dalam pengamanan Kejaksaan. "Berdasarkan hukum positif Indonesia, TNI hanya memiliki yurisdiksi penegakan hukum di lingkungan TNI saja," jelasnya, seraya menekankan perlunya pembaruan tata perundang-undangan peradilan militer.
SETARA Institute mendorong Panglima TNI untuk memprioritaskan revisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, bukannya mendalami penegakan hukum di ranah sipil. Hendardi menilai UU tersebut sudah tidak lagi selaras dengan prinsip-prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan supremasi hukum. "UU tentang Peradilan Militer sudah tidak sesuai dengan spirit rakyat, supremasi sipil, dan supremasi hukum dalam tata kelola pemerintahan demokratis," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa keterlibatan TNI dalam pengamanan Kejaksaan menimbulkan pertanyaan besar tentang independensi dan netralitas TNI dalam sistem demokrasi. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum di Indonesia.
Ancaman terhadap Supremasi Hukum
Hendardi juga menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran HAM jika TNI terlibat dalam penegakan hukum di ranah sipil. Ia mengingatkan bahwa TNI harus tetap fokus pada tugas pokoknya, yaitu menjaga kedaulatan negara dan melindungi segenap bangsa Indonesia. Keterlibatan TNI dalam pengamanan Kejaksaan dinilai sebagai bentuk intervensi yang dapat mengancam independensi dan kredibilitas lembaga penegak hukum sipil.
Lebih lanjut, Hendardi menekankan pentingnya menjaga prinsip pemisahan kekuasaan dan supremasi sipil dalam sistem hukum Indonesia. Keterlibatan TNI dalam pengamanan Kejaksaan dapat melemahkan prinsip-prinsip tersebut dan berpotensi membuka jalan bagi intervensi militer dalam urusan sipil di masa mendatang. Hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.
SETARA Institute berharap agar pemerintah dan pihak terkait dapat memperhatikan serius kekhawatiran ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah potensi pelanggaran konstitusi dan supremasi hukum.
Permintaan pencabutan telegram tersebut diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mengembalikan peran TNI sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta menjaga supremasi sipil dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.
Kesimpulan
Permintaan SETARA Institute untuk membatalkan telegram dukungan TNI terhadap pengamanan Kejaksaan didasari oleh keprihatinan terhadap potensi pelanggaran konstitusi dan ancaman terhadap supremasi hukum. Hal ini mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali peran TNI dalam penegakan hukum sipil dan memastikan bahwa semua tindakan tetap berada dalam koridor hukum dan konstitusi.