Setelah Jakarta Tak Lagi IKN, Lembaga Adat Betawi Diharapkan Jadi Penyalur Aspirasi Masyarakat
Ketua Umum LKB berharap Lembaga Adat Betawi di Jakarta menjadi sarana penyalur aspirasi masyarakat pasca-perubahan status Jakarta, mendorong kolaborasi strategis dengan Pemprov DKI.
Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Beky Mardani, baru-baru ini menyatakan harapan besar terhadap peran lembaga adat di Jakarta. Lembaga ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana utama penyalur aspirasi masyarakat kepada pemerintah daerah. Diskusi mengenai fungsi strategis ini terus bergulir di kalangan tokoh Betawi dan pihak terkait.
Fungsi vital ini, menurut Beky, tidak hanya terbatas pada penyampaian aspirasi, tetapi juga mencakup partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan kota. Bahkan, lembaga adat diharapkan mampu menjadi mediator dalam upaya penyelesaian konflik sosial. Hal ini sejalan dengan peran lembaga adat di berbagai daerah lain di Indonesia.
Dorongan untuk pembentukan lembaga adat Betawi di Jakarta semakin menguat, terutama setelah penetapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024. Regulasi baru ini mengubah status Jakarta dari Ibu Kota Negara menjadi provinsi dengan kekhususan ekonomi nasional dan kota global. Perubahan ini membawa 19 kewenangan baru bagi Pemprov DKI Jakarta, termasuk penguatan sektor kebudayaan.
Peran Strategis Lembaga Adat dalam Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat
Beky Mardani menekankan bahwa lembaga adat Betawi nantinya akan berperan sebagai mitra strategis bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kemitraan ini bertujuan untuk menjembatani komunikasi antara pemerintah dan masyarakat secara efektif. Kolaborasi yang terjalin diharapkan mampu mendorong partisipasi aktif warga dalam berbagai program pembangunan.
Berbagai seminar dan diskusi terarah telah dilakukan untuk merumuskan fungsi dan bentuk lembaga adat ini. Kesepakatan prinsipil telah tercapai mengenai pentingnya keberadaan lembaga tersebut. Fokus utama adalah bagaimana lembaga ini dapat membantu merawat, mengembangkan, serta melestarikan budaya Betawi secara berkelanjutan di tengah dinamika kota.
Lembaga adat diharapkan menjadi saluran resmi bagi masyarakat untuk menyampaikan pandangan dan kebutuhan mereka. Ini akan menciptakan mekanisme umpan balik yang kuat antara warga dan Pemprov DKI. Dengan demikian, kebijakan yang diambil pemerintah dapat lebih responsif terhadap realitas di lapangan.
Penguatan Budaya Betawi Pasca-Perubahan Status Jakarta
Perubahan status Jakarta melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 membawa implikasi signifikan, khususnya pada sektor kebudayaan. Dari 19 kewenangan baru yang diberikan kepada Pemprov DKI Jakarta, penguatan budaya Betawi menjadi salah satu prioritas utama. Hal ini menegaskan komitmen pemerintah daerah terhadap identitas lokal.
Gubernur Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno secara aktif mendorong terbentuknya lembaga adat Betawi ini. Mereka melihat pentingnya penguatan budaya Betawi tidak hanya melalui pelestarian, tetapi juga melalui pelibatan aktif lembaga adat. Ini merupakan langkah konkret untuk memastikan keberlanjutan tradisi dan nilai-nilai luhur.
Rano Karno secara spesifik menyatakan bahwa posisi budaya Betawi harus diperkuat dalam berbagai aspek. Penguatan ini mencakup kelembagaan, peran sosial, dan sebagai elemen penting pembentuk karakter kota. Tujuannya adalah menciptakan Jakarta yang berbudaya, inklusif, dan memiliki daya saing global dengan tetap mempertahankan akar budayanya.