Film Bertaut Rindu: Kisah Pencarian Jati Diri Remaja di Tengah Tekanan Orang Tua, Tayang Kapan?
Film 'Bertaut Rindu' hadirkan romansa remaja Adhisty Zara dan Ari Irham dalam balutan pencarian jati diri yang relevan. Siapkah mereka menghadapi tuntutan orang tua?

Film "Bertaut Rindu" siap menyapa penikmat sinema Indonesia mulai 31 Juli 2025. Dibintangi Adhisty Zara dan Ari Irham, film ini menawarkan kisah romansa remaja yang dibalut dengan pergulatan batin dalam menemukan jati diri. Produksi SinemArt ini menjanjikan cerita yang relevan bagi banyak penonton, khususnya generasi muda.
Disutradarai oleh Rako Prijanto, "Bertaut Rindu" menyoroti perjalanan dua karakter utama, Jovanka dan Magnus, yang harus menghadapi ekspektasi serta tuntutan dari orang tua mereka. Konflik internal dan eksternal ini menjadi inti cerita yang berusaha menggambarkan realitas kehidupan remaja. Film ini tidak hanya menonjolkan manisnya cinta, tetapi juga kompleksitas tumbuh dewasa.
Kisah dimulai ketika Jovanka, seorang siswi yang baru pindah ke Bandung, bertemu dengan Magnus, siswa pendiam yang memiliki bakat melukis. Pertemuan mereka memicu serangkaian peristiwa yang memaksa keduanya untuk mempertanyakan arah hidup dan keberanian dalam menentukan pilihan. Film ini mengeksplorasi bagaimana dukungan satu sama lain dapat menjadi kekuatan di tengah tekanan.
Pergulatan Batin dan Romansa Dua Dunia
Film "Bertaut Rindu" memperkenalkan Jovanka (Adhisty Zara) yang ceria dan adaptif setelah perceraian orang tuanya, pindah ke Bandung untuk memulai hidup baru. Di sekolah barunya, ia tertarik pada Magnus (Ari Irham), sosok pendiam namun misterius dengan bakat seni lukis yang luar biasa. Jovanka berupaya mendekati Magnus, melihat potensi istimewa dalam dirinya.
Di balik ketenangan Magnus, tersimpan luka mendalam akibat tekanan keluarga. Sebagai anak tunggal dari keluarga berada, ia dipaksa mengikuti kehendak orang tuanya, yang membuatnya semakin tertutup dan menyalahkan diri sendiri. Konflik memuncak saat Magnus diterima di ITB jurusan seni, namun orang tuanya telah menyiapkan rencana kuliah di luar negeri dengan jurusan yang tidak sesuai minatnya.
Berbeda dengan Magnus, Jovanka, meski berasal dari keluarga yang orang tuanya bercerai, justru memiliki keberanian untuk mengutarakan keinginannya. Ia mendukung Magnus, berusaha menunjukkan berbagai warna kehidupan, dan berharap Magnus dapat menemukan keberaniannya sendiri. Hubungan mereka tumbuh menjadi ikatan yang saling mendukung, menemukan tempat aman satu sama lain.
Refleksi Tekanan Keluarga dan Komunikasi Orang Tua-Anak
Rako Prijanto, sutradara "Bertaut Rindu", tidak hanya menampilkan romansa remaja, tetapi juga menyoroti tekanan dan ekspektasi yang kerap membayangi kehidupan mereka. Kerinduan untuk menentukan jalan hidup sendiri, lepas dari bayang-bayang arahan orang dewasa, menjadi benang merah kuat dalam cerita. Ini menjadikan film sangat relevan bagi penonton remaja yang mungkin mengalami hal serupa.
Hubungan Magnus dengan orang tuanya secara jelas menggambarkan betapa krusialnya dialog terbuka antara anak dan orang tua. Seringkali, orang tua berdalih demi kebaikan anak, namun enggan memahami aspirasi sejati mereka. Anak-anak pun merasa takut mengungkapkan mimpi karena khawatir akan mengecewakan orang tua, menciptakan jurang komunikasi yang dalam.
Konflik semacam ini umum terjadi di masyarakat, seringkali menimbulkan luka batin karena keinginan anak yang terpendam tidak pernah didengar. Kurangnya kedekatan komunikasi akhirnya menciptakan jarak emosional. Film ini menjadi pengingat bahwa mimpi tidak hanya diukur dari restu, tetapi juga dari keberanian untuk mempercayai diri sendiri dan memperjuangkannya.
Performa Akting dan Catatan Alur Cerita
Chemistry antara Adhisty Zara dan Ari Irham dalam "Bertaut Rindu" berhasil menarik perhatian, membuat setiap interaksi mereka menjadi sorotan utama. Adhisty Zara tampil menonjol dengan karakternya yang ekspresif, menciptakan dinamika seimbang dan menarik dalam hubungan. Sementara itu, Ari Irham menunjukkan kemampuan akting mumpuni, membuat penonton penasaran dengan gerak-gerik Magnus yang pendiam dan penuh teka-teki.
Meskipun demikian, terdapat beberapa catatan terkait alur cerita film. Alur terkesan berjalan lambat, bahkan misterius, dengan sejumlah adegan muncul tanpa penjelasan memadai. Penyusunan pengambilan gambar terkadang terkesan terpotong, seperti transisi tiba-tiba dari sekolah ke luar tanpa dialog penjelas sebelumnya. Hal ini sedikit mengurangi kelancaran narasi.
Konflik emosional para tokoh, terutama yang berkaitan dengan permasalahan keluarga Jovanka dan Magnus, hanya disentuh permukaannya. Penggalian mendalam terhadap alasan perceraian orang tua Jovanka atau kepedihan batin Magnus terasa kurang. Akibatnya, penonton mungkin kesulitan merasakan kepedihan atau terhubung secara emosional dengan pergulatan batin karakter utama secara maksimal.