262 Bencana Ekologis di Sumsel Tahun 2024, 360 Ribu Jiwa Terdampak
Walhi Sumsel melaporkan 262 bencana ekologis di Sumsel sepanjang 2024, akibat perubahan bentang alam dan deforestasi, berdampak pada 360 ribu jiwa dan memprihatinkan banyak pihak.
Bencana ekologis di Sumatera Selatan (Sumsel) meningkat pesat. Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel mencatat 262 kejadian sepanjang tahun 2024, berdampak pada sekitar 360 ribu penduduk. Angka ini disampaikan Febrian Putra, Kadiv Kampanye Walhi Sumsel, dalam diskusi perubahan iklim dan progres 'Folu Net Sink' di Palembang.
Diskusi tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk aktivis lingkungan, pejabat kehutanan, dan Ketua DPRD Sumsel, Andie Dinialdie. Febrian menjelaskan bahwa bencana-bencana seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor ini merupakan akumulasi dari kerusakan lingkungan akibat pengolahan sumber daya alam (SDA) yang buruk dan deforestasi untuk kepentingan industri.
Ia menekankan bahwa tingginya angka bencana ekologis dan jumlah korban jiwa menunjukkan ketidakseimbangan ekologis yang serius. Hal ini diperparah oleh perubahan iklim yang semakin ekstrem. "Banyaknya korban dan kerugian yang disebabkan bencana tersebut menunjukkan telah terjadi ketidakseimbangan ekologis, yang kemudian memicu perubahan iklim," ujar Febrian.
Perubahan bentang alam dan deforestasi menjadi penyebab utama meningkatnya bencana ekologis. Praktik pengelolaan SDA yang kurang berkelanjutan telah mengganggu keseimbangan alam dan meningkatkan kerentanan terhadap bencana. Situasi ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah pusat dan daerah.
Ketua DPRD Sumsel, Andie Dinialdie, mengapresiasi upaya pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh aktivis dan instansi seperti Balai Pengolahan Hutan (BPH), Dinas Kehutanan, dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel. Ia berharap upaya kolaboratif ini dapat meminimalkan bencana ekologis di tahun 2025.
Langkah-langkah konkret untuk mencegah bencana ekologis di Sumsel sangatlah penting. Hal ini membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Pentingnya edukasi dan penegakan hukum terkait pengelolaan SDA juga harus ditingkatkan.
Kesimpulannya, angka 262 bencana ekologis di Sumsel pada 2024 merupakan alarm yang serius. Kerusakan lingkungan yang berkelanjutan akibat deforestasi dan pengelolaan SDA yang buruk telah menimbulkan dampak yang luas dan mengancam kehidupan masyarakat. Upaya kolaboratif dan komitmen bersama sangat penting untuk mencegah tragedi serupa terulang di masa mendatang.
Ke depan, diperlukan strategi yang komprehensif untuk mengatasi akar permasalahan, termasuk reformasi kebijakan pengelolaan SDA dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian lingkungan. Harapannya, Sumsel dapat menciptakan keseimbangan ekologis yang lebih baik dan mengurangi risiko bencana di masa depan.