626 Wisatawan Ramaikan Objek Wisata Non-Pendakian Gunung Tambora Saat Lebaran
Libur Lebaran 2025, Gunung Tambora di NTB dikunjungi 626 wisatawan di dua destinasi non-pendakian, meski terjadi penurunan dibanding tahun sebelumnya akibat cuaca ekstrem dan tarif baru.

Gunung Tambora, ikon NTB yang terkenal dengan letusannya dahsyat pada tahun 1815, menarik ratusan wisatawan lokal selama libur Lebaran 2025. Sebanyak 626 orang mengunjungi objek wisata non-pendakian di Taman Nasional Tambora, tepatnya di dua lokasi berbeda, yaitu Oi Marai di Kabupaten Bima dan Sanctuary Rusa Doro Ncanga di Kabupaten Dompu. Kunjungan ini terjadi selama sepekan, mulai 31 Maret hingga 7 April 2025. Kepala Balai Taman Nasional Tambora (BTNT), Deny Rahadi, menyampaikan informasi ini dalam keterangan resmi yang diterima di Mataram, NTB.
Sebagian besar wisatawan, yaitu 600 orang, mengunjungi Oi Marai. Sementara itu, Sanctuary Rusa Doro Ncanga dikunjungi 26 wisatawan. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan dengan kunjungan libur Lebaran tahun 2024. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk cuaca ekstrem yang melanda wilayah tersebut dan penerapan tarif baru di kawasan wisata. Selain itu, kerusakan akses jalan menuju objek wisata juga menjadi kendala.
Penutupan sementara akses jalur pendakian dan wisata alam pada tahun 2024 akibat cuaca ekstrem yang diinformasikan oleh BMKG juga turut memengaruhi jumlah kunjungan. Penutupan tersebut berlangsung dari awal Januari hingga 4 April 2024, dan kembali dibuka pada tanggal 5 April 2024, sebelum ditutup lagi hingga 18 Januari 2025. Pembukaan kembali objek wisata non-pendakian pada 18 Januari 2025 memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk menikmati keindahan alam Tambora, meskipun jumlah kunjungan masih belum pulih sepenuhnya.
Dampak Cuaca Ekstrem dan Tarif Baru
Kepala BTNT, Deny Rahadi, menjelaskan bahwa cuaca ekstrem dan penerapan tarif baru telah berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah kunjungan wisatawan, terutama selama libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025. Kondisi ini menunjukkan tantangan yang dihadapi pengelola Taman Nasional Tambora dalam mengelola pariwisata berkelanjutan di tengah kondisi alam yang dinamis dan kebijakan pengelolaan yang baru.
Meskipun terjadi penurunan, kunjungan wisatawan selama Lebaran 2025 tetap menunjukkan minat masyarakat untuk menikmati keindahan alam Gunung Tambora. Hal ini menjadi indikasi penting bagi pengelola untuk terus meningkatkan kualitas dan aksesibilitas objek wisata, serta melakukan antisipasi terhadap potensi cuaca ekstrem di masa mendatang.
Pihak pengelola perlu mempertimbangkan strategi untuk menarik lebih banyak wisatawan, seperti perbaikan infrastruktur, promosi wisata yang lebih gencar, dan pengembangan paket wisata yang menarik. Dengan begitu, potensi wisata Gunung Tambora dapat lebih dioptimalkan dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Sejarah Taman Nasional Gunung Tambora
Taman Nasional Gunung Tambora, yang secara administratif berada di Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima, ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 111/MenLHK-II/2015 pada tanggal 7 April 2015. Taman nasional ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 11 April 2015, bertepatan dengan peringatan 200 tahun letusan besar Gunung Tambora.
Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, kawasan ini terdiri dari cagar alam seluas 23.840,81 hektare, suaka margasatwa seluas 21.674,68 hektare, dan taman buru seluas 26.130,25 hektare. Dengan status taman nasional, kawasan ini mendapatkan perlindungan dan pengelolaan yang lebih terintegrasi untuk menjaga kelestarian alam dan keanekaragaman hayati.
Pengelolaan yang baik dan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa Taman Nasional Gunung Tambora tetap menjadi destinasi wisata yang menarik dan lestari untuk generasi mendatang. Hal ini membutuhkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat lokal, dan para wisatawan untuk menjaga keindahan dan keunikan alam Tambora.
Ke depan, upaya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan harus diimbangi dengan upaya pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Dengan demikian, pariwisata di Gunung Tambora dapat memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.