AI: Pendukung, Bukan Pengganti Jurnalistik - Penegasan AJI
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menegaskan bahwa kecerdasan buatan (AI) hanya sebagai alat bantu, bukan pengganti peran jurnalis dalam menghasilkan berita yang akurat dan bertanggung jawab.
Banda Aceh, 21 Januari 2024 - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan bahwa teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan bukanlah pengganti pekerjaan jurnalistik. Pernyataan ini disampaikan Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, dalam seminar nasional 'Media Masa Depan Bersama AI' di kampus Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Menurutnya, AI lebih tepat disebut sebagai alat pendukung, bukan fondasi jurnalistik.
Nany menekankan bahwa berita yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI tidak dapat dikategorikan sebagai produk jurnalistik sejati. Proses jurnalistik yang sebenarnya meliputi serangkaian langkah penting, mulai dari investigasi, verifikasi fakta, wawancara, penulisan, hingga distribusi berita. Semua tahapan ini menuntut keakuratan dan tanggung jawab yang tidak bisa dipenuhi sepenuhnya oleh AI.
Lebih lanjut, Nany menjelaskan pentingnya jurnalis dalam memastikan akurasi data. 'Jurnalis harus memberikan data-data yang akurat dan benar-benar terjadi dalam laporannya, dan itu tidak bisa menggunakan kecerdasan buatan,' tegasnya. Dengan kata lain, peran manusia dalam memastikan kebenaran informasi tetap krusial.
Meskipun perkembangan teknologi AI tidak dapat dihindari, AJI menekankan perlunya strategi untuk menjaga independensi dan transparansi jurnalistik. Transparansi menjadi kunci untuk membedakan antara berita hasil kerja jurnalis dan yang dibantu AI. Media perlu memiliki pedoman etis dan transparan dalam penggunaan AI.
Tantangan utama saat ini, menurut Nany, adalah kurangnya regulasi di Indonesia terkait penggunaan AI dalam jurnalistik. Selain itu, literasi media dan jurnalis terhadap AI masih perlu ditingkatkan. Pemahaman yang baik tentang AI dan tanggung jawab penggunaannya sangat penting.
Kesimpulannya, AJI memandang AI sebagai alat yang dapat meningkatkan efisiensi kerja jurnalistik. Namun, peran manusia sebagai pencari fakta, penjaga akurasi, dan penjamin etika tetap tak tergantikan. Ke depan, dibutuhkan regulasi dan peningkatan literasi untuk memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab dalam industri jurnalistik Indonesia.
Nany menutup pernyataan dengan menekankan pentingnya adaptasi terhadap kemajuan teknologi. 'Kita semua paham tidak bisa menghindari kemajuan teknologi, tinggal sekarang bagaimana caranya kita tetap bisa bekerja menggunakan teknologi ini untuk efisiensi kerja, dengan tetap bertanggung jawab dan punya literasi khusus,' tutupnya.