AJI Bandung Kecam Pemukulan Wartawan Kompas Saat Meliput Demo di Bandung
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung mengecam aksi kekerasan terhadap wartawan Kompas, Faqih Rohman Syafei, yang dipukul massa saat meliput demonstrasi di Gedung DPRD Jabar.

Wartawan Kompas, Faqih Rohman Syafei, menjadi korban pemukulan oleh massa saat meliput demonstrasi di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, pada Jumat malam, 21 Maret 2024. Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 20.15 WIB, saat Faqih sedang merekam video suasana demonstrasi penolakan UU TNI. Akibatnya, AJI Kota Bandung mengecam keras tindakan kekerasan tersebut dan mendesak penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini.
Ketua AJI Kota Bandung, Iqbal T. Lazuardi, menyatakan bahwa pihaknya mengecam segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis. Menurutnya, jurnalis dilindungi oleh hukum, sebagaimana diatur dalam UU Pers. Meskipun demikian, Iqbal juga mengingatkan pentingnya aspek keamanan bagi jurnalis saat meliput peristiwa berisiko tinggi, seperti demonstrasi yang berpotensi rusuh. Hal ini mengingat sulitnya mengontrol psikologi massa dalam situasi tersebut.
Faqih sendiri menjelaskan kronologi kejadian. Ia mengaku dituduh sebagai intel polisi oleh oknum massa yang mengenakan masker dan baju hitam. Meskipun telah menunjukkan kartu persnya, ia tetap menjadi sasaran pemukulan dan tendangan. Beberapa wartawan lain dan aparat kepolisian sempat berupaya menghalangi, namun pemukulan tetap terjadi. Faqih mengalami luka di kepala dan bokong. Saat ini, kondisinya sudah membaik dan berada di tempat aman.
Kecaman AJI Bandung dan Perlindungan Jurnalis
AJI Kota Bandung menegaskan kecamannya terhadap tindakan kekerasan yang dialami Faqih. Mereka menekankan pentingnya perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistik. "Kami mengecam semua bentuk kekerasan terhadap jurnalis. Karena pada prinsipnya jurnalis ketika bertugas dilindungi oleh hukum sebagaimana UU Pers," tegas Iqbal T. Lazuardi.
Iqbal menambahkan bahwa meskipun jurnalis perlu mempertimbangkan aspek keamanan dalam meliput demonstrasi, tindakan kekerasan tetap tidak dapat dibenarkan. "Faqih yang saya dengar saat liputan kemarin malam sudah menunjukkan identitasnya sebagai jurnalis saat diteriaki massa aksi, itu sudah tepat. Tapi psikologi massa dalam situasi itu sulit dikontrol. Tapi intinya kami sangat menyayangkan perlakuan yang diterima Faqih. Seharusnya hal tersebut tidak terjadi pada jurnalis di manapun," tambahnya.
AJI Bandung berharap agar kasus ini dapat menjadi perhatian serius bagi semua pihak, termasuk aparat penegak hukum dan penyelenggara demonstrasi. Mereka menekankan pentingnya menghormati kerja jurnalis dan menjamin keselamatan mereka dalam menjalankan tugas.
Kronologi Pemukulan dan Tindakan yang Diambil
Faqih Rohman Syafei, wartawan Kompas.com, memberikan keterangan rinci mengenai peristiwa yang dialaminya. Ia menjelaskan bahwa saat mengambil video dokumentasi, tiba-tiba sekelompok massa meneriakinya sebagai intel polisi dan mulai mengerumuninya. Meskipun sudah menunjukkan kartu pers, ia tetap menjadi sasaran amuk massa.
Ia berusaha menghindar dan menuju ke tempat berkumpulnya jurnalis lain, namun massa mengejar dan memukulinya. Beberapa orang berusaha menghalangi, namun pemukulan tetap terjadi. Faqih mengalami pukulan dan tendangan di kepala dan bokong. Beruntung, kondisi Faqih saat ini sudah membaik dan berada di tempat yang aman.
Peristiwa ini menunjukkan betapa rawannya situasi bagi jurnalis yang meliput demonstrasi. Perlu adanya peningkatan kesadaran dari semua pihak untuk menghormati profesi jurnalis dan menjamin keselamatan mereka dalam menjalankan tugasnya.
Insiden ini juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi jurnalis yang bekerja di lapangan, terutama saat meliput peristiwa yang berpotensi menimbulkan konflik. Penting bagi aparat keamanan untuk memastikan keamanan jurnalis dan menindak tegas pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
Pentingnya Keselamatan Jurnalis dan Penegakan Hukum
Kasus pemukulan terhadap Faqih menjadi pengingat pentingnya keselamatan jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Kebebasan pers merupakan pilar demokrasi, dan perlindungan terhadap jurnalis merupakan hal yang krusial. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis sangat diperlukan untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang.
Kejadian ini juga menjadi sorotan bagi penyelenggara demonstrasi agar senantiasa menjaga ketertiban dan keamanan, serta menghormati kerja jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya. Kerjasama antara aparat keamanan, penyelenggara demonstrasi, dan jurnalis sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi peliputan berita.
AJI Bandung berharap agar kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar lebih menghargai peran jurnalis dalam menyampaikan informasi kepada publik. Perlindungan terhadap jurnalis bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat.