ANTARA dan DPRD Kendari Bahas Etika Fotografi di Ruang Publik
ANTARA Biro Sultra berkolaborasi dengan DPRD Kendari dan praktisi hukum menggelar diskusi penting tentang etika fotografi di ruang publik, demi melindungi fotografer dan menghargai privasi masyarakat.

Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Biro Sulawesi Tenggara (Sultra) baru-baru ini mengadakan diskusi penting bersama DPRD Kota Kendari dan praktisi hukum. Diskusi yang berlangsung di Kali Kadia, Kota Kendari ini berfokus pada etika fotografi di ruang publik. Diskusi ini diprakarsai karena adanya kebutuhan untuk menyeimbangkan kebebasan berekspresi para fotografer dengan hak privasi masyarakat. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas bagi para fotografer di Kota Kendari.
Kepala LKBN ANTARA Biro Sultra, Zabur Karuru, menjelaskan tujuan utama diskusi ini adalah memberikan rasa aman dan pemahaman yang komprehensif bagi para fotografer. "Kami berharap dari diskusi ini fotografer tidak takut lagi untuk memotret, mereka paham dengan etika, bagaimana mereka dilindungi dan tidak mengambil gambar secara vulgar," ujar Zabur. Diskusi ini juga bertujuan untuk meningkatkan peran fotografer dalam mempromosikan potensi wisata dan kekayaan daerah Kota Kendari kepada masyarakat luas.
Diskusi ini mendapat apresiasi positif dari Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, LM Rajab Jinik. Beliau menekankan pentingnya diskusi ini sebagai upaya penguatan pemahaman tentang batasan antara ruang publik dan ruang privasi. "Dan terkait dengan aktivitas teman-teman FotoYu (fotografer) di MTQ dalam hal ini tempatnya ruang publik itu dilindungi, karena tempat itu ruang publik," kata Rajab Jinik. Beliau juga menyoroti pentingnya sosialisasi kepada masyarakat untuk memahami perbedaan antara ruang publik dan ruang privasi agar tidak terjadi kesalahpahaman atau kriminalisasi terhadap fotografer.
Ruang Publik dan Privasi: Mencari Keseimbangan
LM Rajab Jinik menjelaskan bahwa etika fotografi di ruang publik harus disesuaikan dengan konteksnya. Ruang privasi tidak dapat diterapkan secara absolut di ruang publik. "Etika di ruang publik memang disesuaikan, tak bisa ruang privasi dibawa ke ruang publik yang pada akhirnya nanti akan kriminalisasi para fotografer nantinya," jelasnya. Beliau menegaskan bahwa ruang publik dikelola oleh negara dan merupakan milik seluruh masyarakat, sehingga menjadi tempat umum yang dapat diakses oleh semua orang, termasuk fotografer.
Sebagai tindak lanjut dari diskusi ini, DPRD Kota Kendari berencana mengajukan peraturan daerah (Perda) untuk melindungi kreativitas para fotografer. Hal ini didorong oleh kesadaran bahwa fotografer merupakan bagian penting dari UMKM yang berkontribusi dalam mempromosikan Kota Kendari melalui karya-karya mereka. "Kita bangga, mereka yang selama ini mendorong tentang promosi Kota Kendari itu seperti apa, Kota Kendari itu sudah ada MTQ, Kali Kadia yang dibangun oleh Pemerintah, ini butuh mata kamera untuk mempublikasikan Kendari supaya bisa semakin dikenal," sebut Rajab Jinik.
Praktisi hukum, Aqidatul Awami, menambahkan bahwa diskusi ini telah membuka cakrawala berpikir para fotografer. Diskusi tersebut memberikan pemahaman yang lebih baik tentang batasan-batasan dalam memotret di ruang publik. "Bahwa di ruang publik juga kita dibatasi oleh ruang-ruang privat milik orang lain dan ke depan regulasi itu akan dibuat jika ada tindakan aktif dari kawan-kawan, dan saya sepakat ada semacam komunitas yang dibuat bagi teman-teman street fotografer," tambah Awidatul Awami. Beliau juga menekankan pentingnya persetujuan antara fotografer dan objek yang difoto untuk menghindari konflik.
Kesimpulan
Diskusi antara ANTARA, DPRD Kendari, dan praktisi hukum ini menghasilkan kesepahaman penting tentang etika fotografi di ruang publik. Ke depan, diharapkan akan ada regulasi yang lebih jelas untuk melindungi fotografer sekaligus menghormati privasi masyarakat. Peran serta komunitas fotografer juga dianggap penting dalam menjaga etika dan membangun pemahaman yang lebih baik di masyarakat.
Langkah-langkah konkret seperti sosialisasi dan penyusunan Perda diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para fotografer untuk berkarya dan berkontribusi dalam mempromosikan Kota Kendari, tanpa mengabaikan hak-hak privasi warga.