Belanja Bansos Tembus Rp25,9 Triliun, Tak Terdampak Efisiensi Anggaran
Realisasi belanja bantuan sosial (bansos) hingga Februari 2025 mencapai Rp25,9 triliun, menunjukkan bahwa program ini tidak terpengaruh kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.

Pemerintah Indonesia telah merealisasikan belanja bantuan sosial (bansos) sebesar Rp25,9 triliun hingga Februari 2025. Angka ini setara dengan 19,2 persen dari total target anggaran bansos tahun ini. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Maret 2025 di Jakarta, Kamis lalu. Suahasil menekankan bahwa pencapaian ini membuktikan komitmen pemerintah untuk tetap memprioritaskan program bansos meskipun kebijakan efisiensi anggaran tengah diterapkan.
Lebih lanjut, Suahasil menjelaskan bahwa realisasi belanja bansos Januari-Februari 2024 tercatat sebesar Rp24,5 triliun. Artinya, realisasi belanja bansos pada periode yang sama tahun ini meningkat sebesar Rp1,4 triliun. "Ini (bansos) tidak diefisienkan. Bahkan, pencairan, pelaksanaan anggaran, hingga penyaluran semua sesuai dengan jadwal," tegas Suahasil.
Rincian anggaran bansos yang telah disalurkan meliputi berbagai program penting. Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) misalnya, telah menyerap Rp7,3 triliun. Sementara itu, Kartu Sembako telah menelan anggaran sebesar Rp10,3 triliun. Program lain seperti iuran penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI JKN) juga telah mendapatkan alokasi sebesar Rp7,7 triliun. Selain itu, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah masing-masing mendapat Rp600 juta dan Rp156,3 miliar.
Rincian Belanja Pemerintah dan Kebijakan Efisiensi
Realisasi belanja kementerian/lembaga (K/L) hingga 28 Februari 2025 mencapai Rp83,6 triliun, atau 7,2 persen dari pagu APBN. Sementara itu, belanja non-K/L terealisasi sebesar Rp127,9 triliun (8,3 persen dari pagu). Realisasi belanja non-K/L ini didukung oleh pembayaran manfaat pensiun, subsidi, dan kompensasi yang dilakukan sesuai jadwal. Total realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) hingga akhir Februari mencapai Rp211,5 triliun atau 7,8 persen dari pagu, sedikit lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu (9,7 persen) karena adanya pelaksanaan pemilu dan bantuan pangan.
Suahasil Nazara menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran difokuskan pada pos-pos belanja yang bukan prioritas, seperti perjalanan dinas, pengadaan alat tulis kantor (ATK), seminar, dan acara seremonial. Belanja pegawai, layanan publik, dan bantuan sosial, termasuk gaji dan tunjangan pegawai, subsidi energi, anggaran pendidikan, dan kesehatan, dikecualikan dari target efisiensi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa efisiensi anggaran ini tidak akan mengganggu target defisit APBN 2025 yang sebesar 2,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau senilai Rp616,2 triliun. Ia menjelaskan bahwa perubahan porsi anggaran lebih berupa pergeseran refocusing dan reposturing dari postur belanja, dan pengelolaan anggaran negara secara keseluruhan tetap berpacu pada target yang telah ditetapkan.
Secara keseluruhan, realisasi belanja bansos yang signifikan menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat, terlepas dari upaya efisiensi anggaran yang sedang dilakukan. Program-program bansos tetap berjalan sesuai rencana dan telah memberikan dampak positif bagi berbagai lapisan masyarakat yang membutuhkan.