BNPB Dorong Desa Tangguh Bencana: Solusi Mitigasi Bencana Alam di Indonesia
BNPB mendorong penguatan Desa Tangguh Bencana (Destana) untuk tingkatkan mitigasi bencana alam di Indonesia, dengan revisi standar dan peningkatan penilaian ketangguhan desa.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) gencar mendorong peningkatan ketangguhan desa dalam menghadapi bencana alam di Indonesia. Hal ini dilakukan melalui program Desa Tangguh Bencana (Destana), sebuah program penting yang bertujuan untuk memitigasi dan menanggulangi bencana secara efektif. Inisiatif ini diluncurkan sebagai respons terhadap tingginya risiko bencana alam di berbagai wilayah Indonesia, yang mengancam keselamatan dan kesejahteraan masyarakat desa.
Direktur Kesiapsiagaan BNPB, Pangarso Suryotomo, menekankan pentingnya kesiapan desa dalam menghadapi risiko bencana. Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) 2025 di Jakarta pada Rabu lalu. Beliau menyatakan, "Kesiapan desa dalam menghadapi risiko bencana sangat penting." Program Destana, menurut beliau, menjadi kunci dalam membangun ketahanan masyarakat desa terhadap bencana.
Program Destana, yang diprakarsai oleh BNPB dan berbagai kementerian/lembaga terkait, mencakup 20 indikator penting yang harus dipenuhi oleh desa untuk mencapai ketangguhan. Indikator-indikator ini meliputi berbagai aspek, mulai dari kajian risiko bencana hingga penyusunan rencana kontinjensi desa yang komprehensif.
Implementasi Program Destana dan Tantangannya
Pangarso Suryotomo menjelaskan bahwa beberapa indikator Destana menjadi prioritas utama. Aspek kajian risiko, pembentukan forum pengurangan risiko bencana, pelatihan relawan desa, dan penyusunan rencana kontinjensi desa merupakan hal-hal yang krusial. "Jika rencana kontinjensi tersusun dengan baik, maka perencanaan anggaran pun memiliki dasar yang kuat," ujarnya. Namun, ia juga mengakui adanya tantangan dalam alokasi dana untuk penanganan bencana di tingkat desa.
Meskipun Kementerian Desa telah menyalurkan anggaran, desa masih menghadapi kendala dalam menganggarkan kebutuhan penanggulangan bencana. Aturan terkait keadaan mendesak dan kekhususan, serta proses audit dari berbagai pihak, menjadi beberapa faktor penghambat. Hal ini membutuhkan koordinasi dan penyederhanaan prosedur agar dana dapat digunakan secara efektif dan efisien.
Tantangan lain yang dihadapi adalah jumlah desa yang telah ditetapkan sebagai Destana masih terbatas. Dari total 84.276 desa dan kelurahan di Indonesia berdasarkan Pendataan Potensi Desa (Podes) 2024, baru sekitar 6.000 desa yang berstatus Destana. Sebagian besar pencapaian ini diraih melalui kolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pihak swasta.
Upaya Peningkatan Program Destana
Untuk mengatasi tantangan tersebut, BNPB telah melakukan berbagai upaya strategis. Salah satunya adalah merevisi standar ketangguhan desa dengan mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8357:2024 sebagai pedoman baru. SNI ini diharapkan dapat memberikan panduan yang lebih jelas dan komprehensif bagi desa dalam membangun ketangguhannya.
Selain itu, Penilaian Ketangguhan Desa (PKD) juga diperkuat. Proses evaluasi kini melibatkan lebih dari 500 hingga 1.000 pertanyaan yang harus dijawab oleh desa. Data terbaru per Maret 2025 menunjukkan perkembangan yang positif, dengan 468 Desa Tangguh Utama, 904 Desa Tangguh Madya, dan 1.102 Desa Tangguh Pratama.
Dengan berbagai upaya tersebut, BNPB optimistis bahwa ketahanan desa terhadap bencana akan terus meningkat. Tujuan utamanya adalah agar masyarakat desa lebih siap dan mampu menghadapi berbagai risiko bencana alam yang mungkin terjadi.
Ke depannya, kolaborasi yang lebih erat antara BNPB, pemerintah daerah, LSM, dan sektor swasta sangat penting untuk memastikan keberhasilan program Destana. Dengan demikian, Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan bencana alam dan melindungi masyarakatnya.