BPBD Cilacap Petakan 106 Desa Rawan Kekeringan di 2025: Antisipasi Musim Kemarau
BPBD Kabupaten Cilacap memetakan 106 desa di 20 kecamatan sebagai daerah rawan kekeringan pada 2025, seiring peralihan musim hujan ke kemarau dan sebagai langkah mitigasi bencana.

Cilacap, 12 Maret 2024 (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, telah memetakan daerah-daerah yang berpotensi mengalami bencana kekeringan pada musim kemarau tahun 2025. Pemetaan ini dilakukan meskipun saat ini wilayah tersebut masih berpotensi hujan. Langkah antisipasi ini diambil sebagai bentuk mitigasi bencana yang serius.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cilacap, Bayu Prahara, menjelaskan bahwa pemetaan ini merupakan bagian penting dari upaya mitigasi bencana kekeringan. Hal ini didasarkan pada prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi (Stamet) Tunggul Wulung Cilacap yang mengindikasikan bahwa wilayah Cilacap dan sekitarnya telah memasuki masa pancaroba, yaitu periode peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Dengan adanya pemetaan ini, BPBD Kabupaten Cilacap dapat menyusun rencana kontijensi yang lebih terarah dan efektif dalam menghadapi potensi bencana kekeringan. Persiapan matang ini diharapkan mampu meminimalisir dampak negatif kekeringan terhadap masyarakat Cilacap.
Antisipasi Bencana Kekeringan di Cilacap 2025
Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan oleh BPBD, sebanyak 106 desa di 20 kecamatan di Kabupaten Cilacap masuk dalam kategori daerah rawan kekeringan pada tahun 2025. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan tahun 2024, di mana terdapat 72 dusun dari 36 desa di 14 kecamatan yang terdampak kekeringan.
Pada musim kemarau tahun 2024, BPBD mendistribusikan bantuan air bersih sebanyak 404 tangki atau setara dengan 2.020.000 liter air untuk warga yang terdampak kekeringan. Pemerintah Kabupaten Cilacap telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp96.960.000 pada APBD Tahun 2025 untuk penanganan bencana kekeringan, yang diperkirakan cukup untuk menyediakan 800 tangki air bersih.
"Alhamdulillah, anggaran untuk penanganan bencana kekeringan tidak terdampak kebijakan efisiensi anggaran," kata Bayu Prahara, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cilacap. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam mengatasi masalah kekeringan.
BMKG: Waspada Cuaca Ekstrem
Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stamet Tunggul Wulung Cilacap, Teguh Wardoyo, menjelaskan bahwa masa transisi atau pancaroba di wilayah Jawa Tengah selatan, termasuk Cilacap, biasanya terjadi pada bulan Maret hingga pertengahan Mei. Masa transisi ini ditandai dengan perubahan arah angin yang bervariasi, suhu udara yang cukup panas, dan curah hujan yang cenderung turun pada sore hari, sering disertai petir dan angin kencang.
Berdasarkan pengamatan Stamet Tunggul Wulung, kondisi angin di Cilacap saat ini memang sudah mulai bervariasi. Pada awal Maret, angin bergerak dari arah tenggara, berbeda dengan bulan sebelumnya yang didominasi angin dari arah barat. Suhu udara maksimum tercatat sekitar 32 derajat Celcius, dan hujan yang turun belakangan ini lebih sering terjadi pada sore hari, disertai petir.
Teguh Wardoyo mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem yang dapat menyebabkan bencana hidrometeorologi, seperti hujan lebat disertai petir, angin puting beliung, dan hujan es. "Dari parameter yang terjadi tersebut, wilayah Jateng selatan seperti Cilacap dan sekitarnya akan segera memasuki masa transisi dari musim hujan menuju kemarau, sehingga masyarakat perlu waspada terhadap terjadinya cuaca ekstrem yang berdampak terhadap terjadinya bencana hidrometeorologi seperti hujan lebat disertai petir, angin puting beliung, dan hujan es," kata Teguh.
BPBD Kabupaten Cilacap terus berupaya melakukan langkah-langkah mitigasi untuk meminimalisir dampak bencana kekeringan. Dengan pemetaan daerah rawan kekeringan dan alokasi anggaran yang cukup, diharapkan penanganan bencana kekeringan di Cilacap dapat dilakukan secara efektif dan efisien.