BPH Migas Dorong Pemda Percepat Pembangunan Jargas Rumah Tangga
BPH Migas mendorong pemerintah daerah untuk mendukung percepatan pembangunan jaringan gas rumah tangga agar target 4 juta sambungan rumah hingga 2024 tercapai dan mengurangi ketergantungan pada LPG impor.

Surabaya, Jawa Timur, 03/03 (ANTARA) - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengimbau pemerintah daerah untuk meningkatkan dukungan terhadap percepatan pembangunan jaringan gas (jargas) rumah tangga. Realisasi pembangunan jargas saat ini masih jauh dari target yang diharapkan.
Anggota Komite BPH Migas, Wahyudi Anas, mengungkapkan bahwa transisi energi dari LPG kilogram ke gas bumi masih menghadapi kendala signifikan. Hal ini terutama disebabkan oleh lambatnya pembangunan jargas rumah tangga. "Transisi energi dari LPG kilogram ke gas bumi masih jauh dari yang diharapkan karena masih kecilnya pembangunan jargas rumah tangga yang terealisasi," ujar Wahyudi di Surabaya, Senin.
Hingga akhir tahun 2024, jumlah sambungan rumah (SR) yang terpasang diperkirakan hanya mencapai 818 ribu. Angka ini jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menetapkan target sebanyak 4 juta sambungan rumah. Rendahnya realisasi ini menimbulkan tantangan dalam upaya transisi energi nasional.
Proyek Strategis Nasional yang Terkendala
Wahyudi menjelaskan bahwa pembangunan jargas termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, realisasinya masih jauh dari rencana. Kondisi ini menghambat upaya transisi energi dari LPG 3 kilogram ke gas bumi yang lebih ideal dan efisien. Data dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa gas bumi mendominasi bauran energi untuk memasak, mencapai 87,66 persen.
Kayu bakar menempati urutan kedua dengan kontribusi 11,5 persen. Sementara itu, kontribusi energi listrik, minyak tanah, dan arang sangat kecil, bahkan kurang dari satu persen jika digabungkan. Situasi ini menimbulkan dilema karena ketergantungan Indonesia pada impor LPG masih tinggi.
Saat ini, hanya 18 persen kebutuhan LPG yang dapat dipenuhi dari dalam negeri. Sisanya harus diimpor, yang berdampak pada beban subsidi. Subsidi LPG 3 kilogram mencapai Rp76,2 triliun, atau 8 persen di bawah anggaran yang ditetapkan sebesar Rp82,8 triliun. Penurunan harga LPG global turut mempengaruhi angka ini.
Potensi Surplus Gas Bumi dan Peran Pemerintah Daerah
Wahyudi menekankan bahwa pemanfaatan jargas dapat mengurangi beban subsidi LPG. Jawa Timur, khususnya, memiliki surplus pasokan gas bumi yang signifikan. "Jaringan Jawa Timur dan Jawa Tengah masih surplus 134,28 mmscfd," katanya. Tantangan utama terletak pada investasi pembangunan jaringan yang cukup tinggi.
Namun, Wahyudi optimistis bahwa berbagai solusi dapat diterapkan, salah satunya dengan dukungan aktif dari pemerintah daerah (Pemda). Ia mencontohkan proyek percontohan di Sleman, Yogyakarta, yang diinisiasi oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Proyek ini mengintegrasikan jaringan gas dengan kantong penyimpanan Compressed Natural Gas (CNG).
Pemda memiliki peran kunci dalam pengembangan jargas. Mereka dapat mempermudah perizinan dan mendorong Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur jargas. "Jadi CNG diantar ke perumahan tersebut lalu dinikmati penghuni perumahan," jelas Wahyudi.
Dengan adanya dukungan penuh dari pemerintah daerah, diharapkan pembangunan jargas dapat dipercepat sehingga target RPJMN dapat tercapai dan Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor LPG serta mewujudkan transisi energi yang lebih berkelanjutan.