Bukan Mendadak! DKLH Bali Ungkap Regulasi 6 Tahun Jadi Dasar Larangan Sampah Organik ke TPA Suwung
Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Bali menegaskan larangan pembuangan sampah organik ke TPA Suwung bukan kebijakan mendadak, melainkan bagian dari upaya jangka panjang Pengelolaan Sampah Bali.

Kebijakan larangan pembuangan sampah organik ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, Denpasar, yang mulai berlaku pada 1 Agustus 2024, menimbulkan reaksi beragam di masyarakat, termasuk aksi protes dari sejumlah petugas motor gerobak sampah. Mereka menumpuk sampah di depan Kantor Gubernur Bali pada 4 Agustus 2024, mengklaim kebijakan tersebut mendadak dan menyulitkan operasional.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Bali, I Made Rentin, membantah klaim bahwa kebijakan tersebut mendadak. Menurutnya, larangan ini merupakan tahap awal penutupan TPA Suwung yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari dengan berbagai regulasi. Pemprov Bali mengeluarkan aturan bahwa mulai 1 Agustus 2024, truk pengangkut sampah dari Denpasar dan Badung hanya boleh membuang sampah anorganik dan residu ke TPA Suwung.
Dampak dari pelarangan ini adalah pembatasan jenis sampah yang dapat ditampung sementara di depo atau TPS desa atau kecamatan. Situasi ini memicu aksi protes dari petugas motor gerobak sampah yang merasa tidak siap dengan perubahan mendadak tersebut, sehingga mereka memilih untuk meninggalkan sampahnya di depan Kantor Gubernur Bali.
Dasar Hukum dan Latar Belakang Kebijakan
DKLH Bali menegaskan bahwa kejadian tersebut bukanlah kesalahan pemerintah yang membuat kebijakan mendadak. Made Rentin menjelaskan bahwa jika dilihat dari regulasi, pemerintah telah memulai upaya Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) sejak enam tahun lalu. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
Regulasi tersebut kemudian diperkuat dengan sejumlah aturan turunan yang lebih spesifik. Salah satunya adalah Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. Aturan ini menjadi panduan bagi masyarakat dan pemerintah daerah dalam menjalankan praktik pengelolaan sampah yang lebih bertanggung jawab.
Selain itu, Pemerintah Kota Denpasar juga turut mengeluarkan regulasi pendukung, yaitu Perwali Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Budaya dan Perwali Nomor 7 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah. Berbagai regulasi ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan sampah secara sistematis dan berkelanjutan.
Masifnya Sosialisasi Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber
DKLH Bali lebih lanjut membantah alasan mendadak dengan mengingatkan bahwa tim gabungan telah melakukan sosialisasi secara masif. Tim ini terdiri dari Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Palemahan Kedas (PSBS PADAS) bersama DKLH, serta Pokja Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai dan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSP PSBS).
Sosialisasi ini telah digencarkan sejak bulan Juni 2025. Setiap hari Selasa dan Jumat, tim gabungan tersebut secara rutin melakukan sosialisasi di Kota Denpasar. Fokus sosialisasi dipusatkan di empat kecamatan, melibatkan berbagai elemen masyarakat mulai dari perbekel/lurah, bendesa adat, TP PKK, hingga Pasikian Krama Istri.
Setelah merampungkan sosialisasi di Denpasar, tim gabungan juga telah menyelesaikan program sosialisasi di wilayah Badung. Selain itu, beberapa kecamatan di Kabupaten Gianyar juga telah menjadi sasaran sosialisasi. Kegiatan ini diisi dengan paparan singkat mengenai pentingnya pengelolaan sampah di sumbernya, dilanjutkan dengan praktik langsung di lapangan.
Urgensi Perubahan Kebiasaan dalam Pengelolaan Sampah
Mengakhiri klarifikasinya, Made Rentin meminta masyarakat untuk turut serta secara aktif dalam penanganan sampah. Ia menilai bahwa kondisi sampah di Bali saat ini sudah masuk dalam fase darurat, sehingga memerlukan tindakan kolektif dari seluruh elemen masyarakat.
Ia menekankan pentingnya perubahan kebiasaan masyarakat dalam mengelola sampah. Dari yang semula hanya mengumpul, mengangkut, dan membuang, kini harus beralih pada praktik pengelolaan sampah langsung di sumbernya. Hal ini sejalan dengan visi Bali Bersih Sampah yang telah dicanangkan.
Perubahan paradigma ini diharapkan dapat mengurangi beban TPA dan mendorong masyarakat untuk lebih bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan. Dengan mengelola sampah sejak dari rumah tangga, diharapkan volume sampah yang berakhir di TPA dapat berkurang signifikan, menciptakan lingkungan Bali yang lebih bersih dan lestari.