China Berharap Kerja Sama, Bukan Konfrontasi dengan Pemerintahan Trump
Pemerintah China berharap pemerintahan Trump akan memilih kerja sama daripada konfrontasi, menekankan keuntungan bersama dari hubungan yang stabil dan sehat antara kedua negara.

Beijing, 21 Januari - Sehari setelah pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS periode 2025-2029, Pemerintah China menyampaikan harapannya akan adanya kerja sama, bukan konfrontasi, dalam hubungan bilateral. Pernyataan ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (20 Januari).
Menurut Mao Ning, sejarah hubungan China-AS menunjukkan bahwa kerja sama akan menguntungkan kedua negara, sementara konfrontasi justru akan merugikan. Ia menekankan pentingnya hubungan China-AS yang stabil, sehat, dan berkelanjutan, karena hal ini akan bermanfaat bagi kedua negara dan sesuai harapan masyarakat internasional.
Menjelang pelantikan Trump di Capitol Rotunda, Washington DC, Mao Ning menyatakan kesiapan China untuk bekerja sama dengan pemerintahan baru AS. China siap meningkatkan dialog dan komunikasi, serta mengelola perbedaan dengan baik, dengan berpegang pada prinsip saling menghormati, hidup berdampingan secara damai, dan kerja sama yang saling menguntungkan.
Lebih lanjut, Mao Ning menambahkan bahwa China siap untuk memperluas kerja sama yang saling menguntungkan dan mencari cara agar kedua negara dapat hidup berdampingan dengan baik di era baru, membawa manfaat bagi kedua negara dan dunia. Harapan akan kerja sama ini disampaikan sebagai langkah awal hubungan yang baru di antara kedua negara adikuasa tersebut.
Sementara itu, pidato pelantikan Trump menyinggung sejumlah kebijakan kontroversial. Trump berjanji akan segera memberlakukan status darurat nasional di perbatasan selatan AS untuk mengatasi imigrasi ilegal, mengembalikan jutaan warga asing ilegal ke negara asal, dan menetapkan kartel narkoba sebagai organisasi teroris.
Dalam pidatonya, Trump juga menyampaikan rencana untuk mengganti nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika dan mengambil alih Terusan Panama dari Panama, mengatakan AS telah mengeluarkan biaya besar dan kehilangan banyak nyawa dalam pembangunannya. Ia juga mengkritik biaya yang dikenakan kepada kapal-kapal AS di terusan tersebut.
Presiden Trump juga menyatakan bahwa AS tengah menghadapi darurat energi nasional akibat pengeluaran besar-besaran dan kenaikan harga energi yang memicu inflasi. Sebagai solusinya, ia berencana mengakhiri Green New Deal, mencabut mandat kendaraan listrik, dan mengenakan tarif pajak kepada negara asing.
Di bidang sosial, Trump menegaskan AS hanya mengakui dua jenis kelamin, pria dan wanita, dan berencana menghentikan kebijakan pemerintah yang dianggapnya merekayasa ras dan jenis kelamin secara sosial.
Pidato pelantikan Trump yang penuh dengan rencana kebijakan kontroversial ini tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi hubungan AS dan China di masa depan. Semoga harapan China akan kerja sama dapat terwujud dan membawa dampak positif bagi kedua negara.