Ciam Si: Tradisi Ramalan Tionghoa untuk Mencari Petunjuk Hidup
Jelang Imlek, tradisi Ciam Si di Vihara Dharma Ramsi, Bandung, ramai dikunjungi; ritual ini membantu pemeluk kepercayaan Tionghoa mencari solusi atas masalah hidup lewat ramalan dengan alat sederhana.

Menjelang Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili (29 Januari 2025), Vihara Dharma Ramsi di Cibadak, Bandung, dipadati pengunjung. Mereka tak hanya merayakan Imlek, tetapi juga mengikuti Ciam Si, sebuah tradisi ramalan Tionghoa kuno yang masih lestari hingga kini.
Apa itu Ciam Si? Ciam Si merupakan ritual meminta petunjuk hidup kepada dewa. Praktiknya melibatkan pengocokan batang bambu bernomor yang kemudian dikaitkan dengan pesan-pesan tertulis, menawarkan solusi atas kebingungan atau masalah pelik yang dihadapi.
Mengapa Ciam Si Dilakukan? Dalam kepercayaan Tionghoa, Ciam Si dipandang sebagai jalan mencari pencerahan dan solusi ketika menghadapi kesulitan. Seperti yang diungkapkan salah satu jemaah, Maming, Ciam Si menjadi tempat mengadu dan mencari solusi atas masalah yang rumit, 'Kalau saya kan umat sini, jadi kalau gak pelik, gak nanya. Kalau pelik, baru nanya. Kalau orang udah gak ada jalan, ke sana ke sini mentok, baru nanya. Pokoknya ada masalah yang gak bisa dipecahkan, kamu bisa nanya kepada-Nya,' tuturnya.
Bagaimana Proses Ciam Si? Ritual ini dimulai dengan sembahyang dan permohonan kepada dewa, misalnya Dewa Kwan Kong di Vihara Dharma Ramsi. Selanjutnya, dilakukan pelemparan siao poe (dua potongan kayu). Jika satu terbuka dan satu tertutup, dewa mengizinkan; jika keduanya sama, permohonan ditolak. Setelah mendapat izin, pengunjung mengocok batang bambu bernomor untuk mendapatkan pesan tertulis yang berisi syair dan petunjuk hidup. Isi pesan beragam, mencakup rezeki, asmara, kesehatan, dan karier.
Siapa yang Dapat Melakukan Ciam Si? Ciam Si terbuka bagi siapa saja, tak terbatas pada etnis Tionghoa atau penganut Konghucu/Buddha. Yang terpenting adalah keyakinan dan kepercayaan pada proses dan hasilnya. Bahkan, menurut Maming, kepercayaan mutlak diperlukan; tanpa kepercayaan, dewa tak akan memberikan restu.
Alat dan Persiapan Ciam Si: Alat-alat yang dibutuhkan umumnya tersedia di vihara/klenteng, seperti siao poe, dupa, batang bambu bernomor, gelas bambu, dan kertas ramalan. Tidak ada persiapan khusus selain niat tulus dan keyakinan.
Interpretasi Hasil Ramalan: Pesan yang didapat berupa syair yang membutuhkan pemahaman mendalam. Jemaah sering meminta bantuan tetua vihara untuk menerjemahkan dan memahami maknanya. Pemohon juga dapat melempar siao poe lagi untuk konfirmasi atas jawaban yang diterima.
Kesimpulan: Ciam Si merupakan tradisi unik yang memperlihatkan pencarian solusi dan petunjuk hidup lewat jalur spiritual. Meskipun metode dan interpretasinya bergantung pada kepercayaan individu, tradisi ini tetap relevan sebagai bentuk permohonan dan pengaduan kepada Tuhan atas berbagai permasalahan hidup.