Fakta Menarik: Sultan HB X Dukung Bukittinggi Jadi Kota Perjuangan, Terkait Sejarah Ibu Kota Darurat
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, memberikan dukungan penuh agar Bukittinggi diakui sebagai Kota Perjuangan, mengingat peran historisnya sebagai ibu kota darurat.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, secara resmi menyatakan dukungannya terhadap upaya Pemerintah Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, untuk memperoleh pengakuan sebagai Kota Perjuangan. Dukungan ini disampaikan saat audiensi dengan Wali Kota Bukittinggi Ramlan Nurmatias di Gedhong Wilis, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, pada Selasa (12/8). Langkah ini merupakan bagian dari upaya kolektif dalam melestarikan nilai-nilai sejarah bangsa.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakhsmi Pratiwi, menjelaskan bahwa Wali Kota Bukittinggi beserta jajarannya memohon arahan dari Sultan terkait proses pengakuan tersebut. Menurut Dian, fakta historis menunjukkan adanya satu kesatuan yang tak terpisahkan antara Jakarta, Yogyakarta, dan Bukittinggi dalam narasi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal ini menjadi dasar kuat bagi pengajuan status Kota Perjuangan.
Keterkaitan sejarah antara Bukittinggi dan Yogyakarta sangat erat, terutama karena Bukittinggi pernah berfungsi sebagai salah satu ibu kota pemerintahan darurat. Peran ini terjadi ketika Yogyakarta menghadapi pengepungan oleh pasukan Belanda, sebuah peristiwa yang erat kaitannya dengan Serangan Umum 1 Maret yang kini diperingati sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Sultan pun menyerahkan buku kajian terkait sejarah tersebut.
Peran Historis Bukittinggi dalam Kedaulatan Negara
Dian Lakhsmi Pratiwi menegaskan bahwa Bukittinggi memegang peranan krusial dalam sejarah perjuangan Indonesia. Kota ini pernah menjadi pusat pemerintahan darurat Republik Indonesia saat Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota, dikuasai Belanda. Peristiwa ini menunjukkan betapa strategisnya posisi Bukittinggi dalam mempertahankan kedaulatan negara.
Keterkaitan Bukittinggi dengan Serangan Umum 1 Maret menjadi bukti nyata kontribusi kota tersebut. Meskipun Serangan Umum terjadi di Yogyakarta, keberadaan pemerintahan darurat di Bukittinggi memastikan roda pemerintahan tetap berjalan. Sultan Hamengku Buwono X bahkan menyerahkan dua buku hasil kajian Dinas Kebudayaan DIY yang membahas penegakan kedaulatan negara, di mana Bukittinggi disebut sebagai kota penting.
Pengakuan ini bukan hanya sekadar status, melainkan juga pengingat akan pengorbanan dan peran Bukittinggi dalam menjaga eksistensi Republik Indonesia. Sejarah mencatat bahwa tanpa keberadaan pemerintahan darurat, perjuangan kemerdekaan mungkin menghadapi tantangan yang lebih besar. Oleh karena itu, dukungan dari Sultan HB X memiliki bobot historis yang signifikan.
Upaya Pelestarian Sejarah dan Edukasi Generasi Muda
Wali Kota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias, mengungkapkan bahwa kunjungannya ke Yogyakarta bertujuan untuk menggali sejarah secara langsung dari Sri Sultan HB X. Ia berharap dapat memperoleh nasihat dan pandangan dari Sultan terkait sejarah Bukittinggi, agar kisah-kisah perjuangan tidak tergerus oleh waktu. Sultan dianggap sebagai figur yang paling tepat untuk dimintai pandangan historis.
Ramlan Nurmatias menyoroti kekhawatiran akan hilangnya pengetahuan sejarah di kalangan anak muda saat ini. Banyak generasi muda yang tidak lagi mengenal tokoh-tokoh penting atau peristiwa krusial dalam sejarah bangsa. Fenomena ini menjadi masalah serius yang perlu segera diatasi melalui berbagai upaya edukasi dan pelestarian.
Tujuan utama dari upaya pengakuan Bukittinggi sebagai Kota Perjuangan adalah untuk menularkan dan meneruskan semangat serta pengetahuan sejarah kepada generasi mendatang. Ramlan menekankan bahwa melupakan para pendiri bangsa adalah hal yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu, pengakuan ini diharapkan dapat menjadi sarana efektif untuk menumbuhkan kesadaran sejarah.