Fakta Mengejutkan: PHK Industri Manufaktur Disebut Kemenperin Sisa Dampak Relaksasi Impor
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan bahwa gelombang PHK di sektor industri manufaktur merupakan residu dari kebijakan relaksasi impor. Benarkah demikian?

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menyatakan narasi dominasi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi pada industri manufaktur merupakan sisa atau residu dampak dari kebijakan relaksasi impor. Pernyataan ini bertujuan untuk melihat isu PHK secara lebih proporsional, didukung data akurat serta analisis komprehensif.
Penegasan Kemenperin ini muncul sebagai respons atas pernyataan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan data dari kementerian/lembaga lain. Pihak-pihak tersebut sebelumnya menyebut PHK meningkat 32 persen dibanding tahun sebelumnya, memicu kekhawatiran publik.
Febri menegaskan bahwa PHK tersebut tidak mencerminkan kondisi umum sektor industri secara keseluruhan. Ia menyoroti bahwa banyak sektor lain, seperti jasa dan perhotelan, juga mengalami PHK dalam skala besar namun tidak mendapat sorotan yang seimbang.
Relaksasi Impor dan Penurunan Tenaga Kerja
Penegasan Kemenperin diperkuat oleh data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan mengalami penurunan signifikan.
Penurunan ini disebabkan oleh aktivitas industri yang melemah, terutama akibat banjirnya produk impor murah di pasar domestik. Kondisi ini telah menciptakan tekanan berat bagi industri manufaktur.
Pada Februari 2025, jumlah tenaga kerja sektor industri tercatat 19,60 juta orang. Angka ini turun drastis dibandingkan pada Agustus 2024 yang mencapai 23,98 juta orang, menandakan dampak berkelanjutan sejak pemberlakuan kebijakan relaksasi impor.
Sektor industri, khususnya yang padat karya seperti tekstil dan alas kaki, terpaksa melakukan PHK. Ini merupakan bukti nyata dampak pemberlakuan kebijakan relaksasi impor produk murah tersebut.
Optimisme Kemenperin dan Indikator Positif Industri
Meskipun ada isu PHK, Kemenperin menyatakan indikator kinerja industri justru menunjukkan tren positif. Hal ini terutama terlihat dalam penyerapan tenaga kerja baru di sektor tersebut.
Berdasarkan data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), pada semester I tahun 2025, tercatat sebanyak 1.641 perusahaan melaporkan sedang membangun fasilitas produksi baru. Total nilai investasi dari pembangunan ini mencapai Rp803,2 triliun.
Tenaga kerja yang diperkirakan terserap pada industri baru tersebut mencapai 3,05 juta orang. Angka ini jauh lebih besar dari jumlah PHK yang disampaikan oleh kementerian lain ataupun asosiasi pengusaha, yang mencatat adanya PHK hingga 150 ribu orang.
Produksi manufaktur pada bulan Juni 2025 juga menunjukkan kinerja ekspansif di angka 52,50 poin. Kinerja industri berorientasi ekspor dan pasar domestik juga ekspansif, ditunjukkan masing-masing oleh Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Ekspor sebesar 52,19 dan sektor domestik 51,32.
Ekspansifnya tiga indikator kinerja manufaktur tersebut memiliki arti bahwa permintaan, produksi, dan penyerapan tenaga kerja industri manufaktur berada di tingkat yang lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya.
Langkah Pemerintah Atasi Dampak dan Dorong Pertumbuhan
Febri optimistis, serapan tenaga kerja di sektor industri, terutama industri padat karya, akan terus meningkat ke depan. Optimisme ini didukung oleh empat hal penting yang tengah diupayakan pemerintah.
Faktor-faktor tersebut meliputi penerbitan revisi kebijakan relaksasi impor atau Permendag 8 Tahun 2024. Selain itu, proses harmonisasi antarkementerian terkait Rancangan Permenperin Kredit Industri Padat Karya juga sudah rampung.
Aturan tersebut akan diterbitkan bersamaan dengan Peraturan Menteri Keuangan yang juga masih dalam proses. Dengan Permenperin ini, maka 2.722 perusahaan industri padat karya berpeluang dapat menikmati insentif.
Insentif ini diharapkan dapat membantu perusahaan menahan diri untuk tidak melakukan PHK terhadap tenaga kerjanya. Selain itu, diharapkan juga dapat meningkatkan utilisasi produksi dan daya saing produk mereka di pasar.
Dua kesepakatan dagang bersejarah yang dicatat oleh Presiden Prabowo, yakni kesepakatan dagang Indonesia-Amerika Serikat dan Indonesia-Uni Eropa, juga diharapkan memacu industri berorientasi ekspor. Pemerintah juga melakukan reformasi tata kelola TKDN menjadi lebih mudah, cepat, dan efisien.
Sebagai bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan industri, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita secara langsung telah meminta para pimpinan industri otomotif di Jepang untuk tidak melakukan PHK saat melakukan kunjungan kerja beberapa waktu lalu.