Fakta Pembekuan Akun Patriarkat Ortodoks oleh Israel: Palestina Kecam Keras, Sebut Ancaman Eksistensi Kristen
Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam keputusan Israel membekukan akun bank Patriarkat Ortodoks di Yerusalem, menyebutnya ancaman serius terhadap keberadaan Kristen di wilayah tersebut.

Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina melayangkan kecaman keras terhadap keputusan otoritas pendudukan Israel. Kecaman ini muncul setelah Israel membekukan rekening bank Patriarkat Ortodoks di Yerusalem dan memberlakukan pajak yang sangat tinggi atas aset-aset mereka. Langkah ini dinilai sebagai tindakan yang bertujuan mengganggu kemampuan Patriarkat dalam menjalankan tugas-tugasnya di berbagai sektor krusial.
Keputusan tersebut secara spesifik menargetkan situs-situs suci Kristen, lembaga, dan properti afiliasi mereka di Palestina. Tindakan ini juga secara langsung mengancam keberadaan komunitas Kristen yang otentik di wilayah tersebut. Palestina memandang ini sebagai bagian dari penargetan Zionis terhadap situs-situs suci secara keseluruhan, bukan hanya yang terkait dengan Kristen.
Kementerian Luar Negeri Palestina menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari perang terbuka Israel terhadap Palestina. Tujuannya adalah melikuidasi tujuan dan hak-hak sah rakyat Palestina, termasuk upaya penghapusan keberadaan Kristen. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran mendalam mengenai masa depan komunitas beragama di Yerusalem.
Kecaman Palestina atas Tindakan Israel
Pemerintah Palestina melalui Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriatnya tidak tinggal diam menanggapi tindakan provokatif Israel. Mereka secara tegas menyatakan bahwa pembekuan akun bank Patriarkat Ortodoks di Yerusalem merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak keagamaan dan properti. Pengenaan pajak yang sangat tinggi juga dianggap sebagai bentuk tekanan ekonomi yang tidak adil.
Keputusan Israel ini dianggap sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk menekan institusi keagamaan di Palestina. Hal ini juga dilihat sebagai upaya untuk melemahkan kehadiran Kristen di Yerusalem, sebuah kota yang memiliki makna spiritual mendalam bagi tiga agama monoteistik. Palestina berargumen bahwa tindakan ini mengancam stabilitas dan kerukunan antarumat beragama di wilayah tersebut.
Kementerian Luar Negeri Palestina menekankan bahwa tindakan ini bukan insiden terisolasi. Mereka melihatnya sebagai kelanjutan dari kebijakan pendudukan yang bertujuan untuk mengubah demografi dan karakter Yerusalem. Ini secara langsung berdampak pada kemampuan Patriarkat Ortodoks untuk melayani komunitasnya dan menjaga situs-situs suci.
Seruan Internasional untuk Melindungi Keberadaan Kristen
Merespons situasi genting ini, Kementerian Luar Negeri Palestina mendesak komunitas internasional untuk bertindak. Mereka menyerukan kepada negara-negara, organisasi internasional, serta dunia Islam dan Kristen agar mengambil tindakan serius. Tujuannya adalah melindungi keberadaan Kristen di Palestina dalam segala bentuknya dari agresi Israel.
Seruan ini mencakup langkah-langkah efektif untuk melindungi warga Palestina dan komunitas Kristen dari apa yang mereka sebut sebagai agresi pendudukan. Ini juga termasuk mencegah kejahatan genosida, penggusuran, pencaplokan wilayah, dan likuidasi identitas. Palestina berharap tekanan internasional dapat memaksa Israel untuk mencabut keputusannya dan menghormati status quo di Yerusalem.
Perlindungan terhadap situs-situs suci dan komunitas beragama di Yerusalem adalah tanggung jawab bersama. Kementerian Luar Negeri Palestina berharap seruan ini dapat memicu respons global yang kuat. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hak-hak dan keberadaan komunitas Kristen di Palestina tetap terjaga di tengah tantangan yang terus-menerus.