Fakta Sidang! Pelaku Pembunuhan Penjaga BRI Link Dituntut 10 Tahun Penjara, Mengapa Hanya Segini?
Pelaku Pembunuhan Penjaga BRI Link di Serang, MDR (16), dituntut 10 tahun penjara. Keputusan ini memicu kekecewaan keluarga korban. Simak alasannya!

Pengadilan Negeri Serang menjadi sorotan publik setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman 10 tahun penjara terhadap MDR (16), seorang siswa SMA yang menjadi pelaku pembunuhan berencana. MDR didakwa atas pembunuhan tragis terhadap Ipat Fatimah (26), penjaga gerai BRI Link di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Sidang tertutup yang dilakukan secara daring ini menarik perhatian masyarakat luas, meskipun hanya keluarga yang diizinkan mengikuti langsung di dalam ruangan.
Tuntutan ini, yang dibacakan pada Rabu (7/8), memicu reaksi keras dari pihak keluarga korban. Mukit alias Sayod, paman korban, mengungkapkan kekecewaannya yang mendalam, merasa hukuman tersebut belum mencerminkan keadilan. Harapan keluarga adalah hukuman maksimal, bahkan hingga hukuman mati, sebagai bentuk pembalasan atas kehilangan yang mereka alami.
Kasus ini sendiri bermula pada 5 Juli 2025, ketika Ipat Fatimah ditemukan tewas mengenaskan di tempat kerjanya, sebuah gerai BRI Link. Polisi berhasil menangkap MDR beberapa jam setelah kejadian, dan motif di balik kejahatan keji ini terungkap sebagai sakit hati karena ejekan fisik yang sering diterima pelaku dari korban.
Kronologi Tragis di Gerai BRI Link
Insiden memilukan ini terjadi pada 5 Juli 2025 di sebuah gerai BRI Link yang berlokasi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang. Korban, Ipat Fatimah, ditemukan dalam kondisi mengenaskan setelah diserang oleh MDR. Palu yang digunakan pelaku ditemukan menancap di pipi kiri korban, dengan tubuh bersimbah darah.
Meskipun sempat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis, nyawa Ipat Fatimah tidak dapat diselamatkan. Kejadian ini segera dilaporkan kepada pihak kepolisian, yang kemudian melakukan penyelidikan intensif untuk mengungkap pelaku di balik kejahatan keji tersebut. Petugas dengan cepat mengidentifikasi MDR sebagai tersangka utama.
Hanya dalam hitungan jam setelah penemuan jasad korban, polisi berhasil meringkus MDR di kediamannya. Penangkapan yang sigap ini menunjukkan keseriusan aparat dalam menangani kasus pembunuhan ini. Kejadian di gerai BRI Link ini sontak menyedot perhatian warga setempat dan menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.
Tuntutan Hukum dan Kekecewaan Keluarga Korban
Dalam persidangan tertutup yang digelar di Pengadilan Negeri Serang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara resmi menuntut MDR dengan hukuman 10 tahun penjara. Tuntutan ini didasarkan pada Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, sebuah pasal yang menunjukkan beratnya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Namun, ada pertimbangan khusus dalam penetapan lamanya hukuman.
Kasubsi I Intelijen Kejari Serang, Muhammad Siddiq, menjelaskan bahwa tuntutan 10 tahun penjara tersebut sudah maksimal untuk kategori Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). Berdasarkan undang-undang, pidana maksimal untuk ABH adalah setengah dari pidana maksimal yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa dewasa. Ketentuan ini menjadi dasar dalam penentuan tuntutan bagi MDR.
Meskipun demikian, keputusan ini tidak diterima dengan lapang dada oleh keluarga korban. Mukit alias Sayod, paman korban, secara terang-terangan menyatakan kekecewaan mendalam atas tuntutan tersebut. Bagi keluarga, hukuman 10 tahun penjara dianggap tidak sepadan dengan hilangnya nyawa Ipat Fatimah, dan mereka berharap adanya keadilan yang lebih setimpal.
Antusiasme masyarakat terhadap kasus ini sangat tinggi, terbukti dari ratusan warga Kampung Kadukacapi, Desa Tanjungsari, yang memadati area Pengadilan Negeri Serang. Mereka ingin mengikuti perkembangan kasus yang telah merenggut nyawa penjaga BRI Link tersebut. Namun, hanya pihak keluarga yang diperkenankan masuk ke ruang sidang, sementara warga lainnya menunggu di luar.
Motif Pembunuhan dan Implikasi Hukum Anak
Investigasi kepolisian berhasil mengungkap motif di balik pembunuhan Ipat Fatimah oleh MDR. Pelaku mengaku sakit hati karena sering menjadi objek ejekan fisik dari korban. Rasa sakit hati yang menumpuk inilah yang diduga menjadi pemicu MDR nekat melakukan tindakan keji tersebut, berujung pada hilangnya nyawa penjaga BRI Link.
Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana penanganan hukum terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) memiliki kekhususan. Meskipun tindak pidana yang dilakukan tergolong berat, sistem peradilan anak di Indonesia memberikan perlindungan dan penyesuaian dalam penetapan sanksi. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan rehabilitasi dan pembinaan bagi anak, meskipun tetap mempertimbangkan keadilan bagi korban.
Sidang lanjutan kasus ini dijadwalkan akan berlangsung pada Kamis (7/8) dengan agenda pembacaan pembelaan dari pihak terdakwa. Setelah agenda pembelaan selesai, sidang putusan ditargetkan akan digelar pada pekan yang sama. Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan bagi semua pihak, meskipun tantangan dalam mencapai rasa keadilan yang universal tetap ada.