Festival Rimpu Bima: 70 Ribu Orang Ramaikan Perayaan Budaya Megah
Festival Rimpu 2025 di Kota Bima, NTB, melibatkan 70 ribu peserta dan menampilkan keindahan Rimpu, jilbab khas Bima, sebagai simbol budaya dan pemberdayaan perempuan.

Festival Rimpu, sebuah perayaan budaya spektakuler di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), akan kembali digelar pada 24-26 April 2025. Acara yang bertajuk "The Jewel of Bima" ini melibatkan lebih dari 70 ribu orang dari berbagai lapisan masyarakat dan wilayah, menjadikan Festival Rimpu sebagai salah satu perayaan budaya terbesar di Indonesia Timur. Kepala Dinas Pariwisata Kota Bima, Muhammad Natsir, menjelaskan bahwa festival ini tidak hanya menampilkan keindahan estetika, tetapi juga bertujuan memperkuat identitas lokal Bima melalui pelestarian budaya Rimpu.
Rimpu, jilbab khas perempuan Bima, bukan sekadar aksesoris, melainkan simbol ekspresi perempuan yang responsif, mandiri, dan bermartabat. Melalui Festival Rimpu, Pemerintah Kota Bima ingin menunjukkan bahwa budaya bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga gaya hidup masa depan. "Tahun ini Festival Rimpu hadir lebih megah dengan melibatkan lebih dari 70 ribu peserta," ungkap Natsir dalam keterangannya di Mataram.
Festival Rimpu 2025 diharapkan dapat mendongkrak Kota Bima sebagai kota berorientasi budaya dalam membangun sektor pariwisata. Partisipasi berbagai elemen masyarakat, mulai dari instansi pemerintahan, pelajar, mahasiswa, pemuda, BUMN, TNI-Polri, komunitas, organisasi kemasyarakatan, hingga berbagai paguyuban, menjadi bukti komitmen bersama dalam melestarikan warisan budaya Bima.
Parade Rimpu dan Kekayaan Budaya Bima
Salah satu daya tarik utama Festival Rimpu adalah parade massal para perempuan yang mengenakan Rimpu dengan motif dan warna khas tenun Bima. Mereka akan memadati jalan-jalan utama Kota Bima, menampilkan keindahan dan keanggunan Rimpu sebagai warisan budaya yang berharga. Selain parade, festival ini juga menyajikan berbagai kegiatan seni budaya lainnya.
Pertunjukan fesyen berbahan tenun lokal, pertunjukan musik tradisional, dan bazar UMKM turut memeriahkan acara. Semua peserta dalam tampilan seni dan budaya diwajibkan memakai bahan berbalut Rimpu dan tembe nggoli (tenun khas Bima). Hal ini sebagai upaya untuk memperkuat identitas lokal dan mengangkat nilai-nilai budaya Bima ke kancah nasional bahkan internasional.
Perwakilan dari Kabupaten Bima, Dompu, Manggarai, hingga Sumba juga turut berpartisipasi, menjadikan Festival Rimpu sebagai wadah kolaborasi budaya lintas daerah. Keragaman budaya ini akan memperkaya acara dan memperkuat persatuan antar-masyarakat di Nusa Tenggara Barat.
UMKM dan Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Budaya
Festival Rimpu tidak hanya fokus pada pelestarian budaya, tetapi juga pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Acara ini membuka ruang bagi pelaku UMKM untuk memamerkan dan menjual produk-produk mereka. "Festival itu membuka ruang bagi pelaku UMKM untuk naik kelas. Semangat kami adalah menghadirkan pertumbuhan ekonomi berbasis budaya yang inklusif," tegas Natsir.
Dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat dan sektor, Festival Rimpu diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Kota Bima. Festival ini menjadi bukti nyata bahwa pelestarian budaya dapat berjalan beriringan dengan pengembangan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Partisipasi aktif dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Barat juga menunjukkan semangat kebersamaan dalam melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya Indonesia Timur. Festival Rimpu bukan hanya sekadar perayaan budaya, tetapi juga menjadi wadah untuk memperkuat persatuan dan kebersamaan antar-masyarakat.
Melalui Festival Rimpu, Kota Bima tidak hanya menampilkan keindahan budaya, tetapi juga menunjukkan komitmennya dalam melestarikan warisan budaya dan memberdayakan masyarakatnya. Acara ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam mengembangkan pariwisata berbasis budaya yang berkelanjutan.