Gen Z: Pilar Indonesia Emas 2045?
Artikel ini membahas potensi Gen Z sebagai penentu Indonesia Emas 2045, tantangan yang dihadapi, serta upaya pemerintah dalam mendukung mereka.
Generasi Z (Gen Z), kelompok usia yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, digadang-gadang sebagai generasi kunci menuju Indonesia Emas 2045. Potensi besar mereka terlihat di berbagai sektor, mulai dari politik hingga ekonomi digital. Namun, perjalanan menuju kesuksesan tersebut bukan tanpa tantangan.
Secara politik, suara Gen Z cukup signifikan. Data Komisi Pemilihan Umum menunjukkan sekitar 23,08 persen pemilih berasal dari kalangan ini. Pemerintah perlu memperhatikan aspirasi mereka dan mengakomodasi suara tersebut dalam kebijakan. Program-program pemerintah seperti 'Astacita', yang fokus pada pembangunan sumber daya manusia, menjadi salah satu upaya untuk mewujudkannya. Pemerataan pendidikan, beasiswa, pengembangan karakter, dan pendidikan berbasis teknologi menjadi fokus utama.
Salah satu inisiatif pemerintah yang relevan dengan Gen Z adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjangkau siswa SMP dan SMA. Menurut Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, MBG bukan hanya pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan juga pembelajaran tentang tanggung jawab, toleransi, dan kemandirian. Selain MBG, inisiatif lain berupa pembangunan Sekolah Garuda (Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi) dan Sekolah Rakyat (Kementerian Sosial) juga bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan. Kedua program ini, meskipun menuai pro-kontra, bertujuan mempersiapkan siswa untuk bersaing di tingkat global.
Gen Z dan Dunia Usaha
Pemerintah juga berupaya menciptakan lapangan pekerjaan bagi Gen Z melalui program-program dalam Astacita. Fasilitas berupa kemudahan perizinan, insentif untuk UMKM dan industri kreatif, pengembangan usaha berbasis teknologi, serta kartu usaha startup bertujuan menjawab kekhawatiran akan sulitnya mencari pekerjaan dan minimnya kesempatan kerja yang layak. Stigma negatif terhadap Gen Z sebagai 'generasi strawberry' – generasi yang dianggap memiliki potensi besar tetapi mudah menyerah pada tantangan – perlu diatasi. Data dari American Psychological Association (APA) menunjukkan tingginya angka masalah mental di kalangan Gen Z, termasuk kecemasan (54 persen berdasarkan survei Healthcare IT terhadap 1.000 responden usia 18-26 tahun).
Kecemasan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari kekhawatiran masa depan hingga masalah percintaan. Selain kecemasan, Gen Z juga rentan mengalami masalah mental lainnya seperti keterasingan, depresi, dan bahkan percobaan bunuh diri. Pemahaman dan penanganan masalah kesehatan mental ini sangat krusial dalam mendukung Gen Z mencapai potensi maksimalnya.
Potensi dan Tantangan Gen Z
Meskipun menghadapi tantangan, Gen Z memiliki keunggulan yang signifikan, terutama dalam penguasaan teknologi digital. Kemampuan beradaptasi dengan teknologi dan kemandirian dalam belajar melalui aplikasi digital memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi peluang ekonomi gig, seperti menjadi konten kreator atau freelancer. Hal ini sejalan dengan pendapat Marc Prensky dalam buku 'The Art of Being Human in a Digital World', yang menekankan pentingnya integrasi teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Pemerintah juga berupaya mendukung Gen Z untuk mengembangkan potensi tersebut melalui kerja sama internasional, reformasi LPDP, dan penyiapan sumber daya manusia unggul yang mampu bersaing global. Namun, selain dukungan pemerintah, Gen Z juga perlu menempa diri dengan kerja keras, kolaborasi, dan etos kerja yang kuat untuk mencapai potensi penuh mereka.
Kesimpulannya, Gen Z memiliki potensi besar untuk menjadi pilar Indonesia Emas 2045. Namun, dukungan pemerintah, penanganan masalah kesehatan mental, dan upaya Gen Z untuk mengembangkan diri menjadi kunci keberhasilan.