Gen Z Rawat Bahasa Ibu: Festival Tunas Bahasa Ibu Jadi Kunci?
Festival Tunas Bahasa Ibu hadir sebagai upaya menarik minat generasi muda, khususnya Gen Z, untuk melestarikan bahasa daerah yang terancam punah di Indonesia.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, Bagaimana?
Indonesia memiliki kekayaan 718 bahasa daerah, namun banyak yang terancam punah. Badan Bahasa Kemendikbudristek meluncurkan Festival Tunas Bahasa Ibu pada tahun 2022 sebagai upaya untuk membangkitkan minat generasi muda, terutama Gen Z, dalam melestarikan bahasa daerah mereka. Festival ini menggunakan pendekatan yang menyenangkan dan kreatif untuk menarik partisipasi aktif para pelajar.
Berbagai lomba, seperti mendongeng, menyanyi, menulis puisi dan cerpen, hingga berpidato dalam bahasa daerah, diadakan dalam festival ini. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap bahasa ibu sejak usia dini, sekaligus memberikan wadah bagi kreativitas generasi muda.
Inisiatif ini penting karena bahasa ibu bukan sekadar alat komunikasi, melainkan juga mengandung kearifan lokal dan pandangan hidup masyarakat. Kepunahan bahasa ibu berarti hilangnya kekayaan budaya dan pengetahuan turun-temurun yang tak ternilai harganya. Festival Tunas Bahasa Ibu menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini dengan pendekatan yang inovatif dan sesuai dengan karakteristik Gen Z.
Menyelamatkan Bahasa Ibu yang Terancam Punah
Ancaman kepunahan bahasa daerah di Indonesia sangat nyata. Berdasarkan penelitian Badan Bahasa Kemendikbudristek tahun 2017, 11 bahasa daerah telah punah, dan 25 lainnya terancam punah. Minimnya penutur, terutama di kalangan generasi muda, menjadi penyebab utama. Bahasa ibu seringkali dianggap tidak "berguna" dalam kehidupan modern, sehingga anak muda lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing.
Festival Tunas Bahasa Ibu hadir sebagai solusi untuk mengatasi masalah ini. Festival ini tidak hanya sekadar lomba, tetapi juga sebagai wadah untuk memperkenalkan kekayaan bahasa dan budaya daerah kepada generasi muda. Dengan melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan kreatif, diharapkan minat dan apresiasi terhadap bahasa ibu dapat tumbuh.
Salah satu contohnya adalah kisah Saut, anak petani di Humbang Hasundutan, yang petualangannya dalam menyadap getah kemenyan dikisahkan dalam bahasa Batak Toba dalam buku "Antologi Cerita Anak Indonesia". Buku ini menampilkan berbagai cerita anak dari berbagai daerah di Indonesia, dalam bahasa daerah masing-masing, lengkap dengan ilustrasi dan terjemahan.
Strategi Menarik Minat Gen Z
Festival Tunas Bahasa Ibu dirancang khusus untuk menarik minat generasi muda. Lomba-lomba yang diadakan disesuaikan dengan minat dan bakat anak muda, seperti mendongeng, menyanyi, menulis cerpen, dan puisi. Penyelenggaraan lomba dilakukan secara berjenjang, dari tingkat sekolah hingga nasional, untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para peserta.
Sebagai bentuk apresiasi, para pemenang lomba di tingkat provinsi akan mendapatkan sertifikat yang terdaftar dalam Manajemen Talenta Nasional. Sertifikat ini dapat digunakan untuk mendaftar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi melalui jalur prestasi. Para pemenang lomba menulis cerpen juga berkesempatan mengikuti Kemah Cerpen dan pelatihan bersama maestro bahasa ibu dan sastrawan.
Hasil karya tulis para peserta juga akan dikurasi dan dibukukan dalam antologi bertajuk Zamrud Khatulistiwa. Hal ini memberikan kesempatan bagi para peserta untuk menunjukkan bakat dan kreativitas mereka, sekaligus melestarikan bahasa dan sastra daerah.
Kepala Badan Bahasa Kemendikbudristek, Hafidz Muksin, menekankan pentingnya pendekatan baru dalam revitalisasi bahasa ibu, yaitu dengan cara yang menyenangkan dan sesuai dengan minat generasi muda. Ia berharap festival ini dapat menumbuhkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap bahasa ibu, sehingga anak muda terdorong untuk menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Harapan untuk Masa Depan
Festival Tunas Bahasa Ibu diharapkan dapat menjadi jembatan penghubung antara generasi muda dan kekayaan bahasa daerah Indonesia. Dengan pendekatan yang kreatif dan inovatif, festival ini berhasil menarik minat Gen Z untuk mempelajari dan melestarikan bahasa ibu mereka. Melalui berbagai lomba dan program apresiasi, festival ini tidak hanya melestarikan bahasa, tetapi juga menumbuhkan kreativitas dan bakat generasi muda.
Suksesnya Festival Tunas Bahasa Ibu menjadi bukti bahwa pelestarian bahasa daerah dapat dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan sesuai dengan zaman. Semoga inisiatif ini dapat menginspirasi program-program serupa di berbagai daerah di Indonesia, sehingga kekayaan bahasa dan budaya Indonesia dapat tetap lestari untuk generasi mendatang. "Nunga dapot tingkina, Saut. Nunga marurus be bungana." Semoga semangat pelestarian bahasa ibu ini terus bersemi dan berkembang.