Haji Ilegal: Risiko, Sanksi, dan Jalan Menuju Ibadah yang Aman
Bahaya haji ilegal dan sanksi berat dari Arab Saudi bagi jamaah yang melanggar aturan, termasuk deportasi dan larangan masuk kembali ke Arab Saudi.

Arab Saudi memberlakukan aturan ketat terkait ibadah haji, termasuk penghentian sementara penerbitan visa umrah dan kunjungan bagi warga 14 negara, termasuk Indonesia, sejak awal April hingga pertengahan Juni 2025. Langkah ini bertujuan mencegah praktik haji ilegal yang mengancam keselamatan dan keamanan jamaah. Banyak warga Indonesia yang tergiur dengan tawaran haji tanpa antrean, namun praktik ini melanggar hukum dan berisiko tinggi.
Pemerintah Arab Saudi meningkatkan pengawasan dan keamanan di Kota Suci Makkah untuk mencegah jamaah non-haji memasuki wilayah tersebut. Razia besar-besaran dilakukan, dan jamaah tanpa visa haji resmi terancam deportasi, denda besar, penjara, hingga masuk daftar hitam selama 10 tahun. Tahun lalu, sejumlah WNI tertangkap karena melanggar aturan ini, termasuk seorang ketua DPRD yang ditahan dan diadili di Arab Saudi.
Konsul Haji KJRI Jeddah, Nasrullah Jasam, mengimbau WNI untuk berhati-hati dan hanya menggunakan penyelenggara haji resmi. Pelanggaran batas waktu tinggal dapat berujung sanksi berat, termasuk denda besar bagi perusahaan travel yang gagal melaporkan jamaah overstay. Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi juga menerbitkan aturan tegas soal larangan masuk Makkah tanpa visa haji, berlaku mulai 29 April 2025 untuk warga negara dan 23 April 2025 untuk ekspatriat.
Penegakan Aturan dan Sanksi Berat
Arab Saudi menindak tegas praktik haji ilegal dengan meningkatkan pengawasan dan keamanan. Aparat militer dikerahkan untuk melakukan razia besar-besaran di berbagai lokasi, termasuk rumah-rumah warga yang dicurigai menampung jamaah non-haji. Sanksi yang diberikan sangat berat, mulai dari deportasi dan denda hingga hukuman penjara dan larangan masuk Arab Saudi hingga 10 tahun.
Kasus-kasus WNI yang tertangkap karena melanggar aturan haji semakin memprihatinkan. Banyak yang tergiur dengan biaya yang lebih murah, namun mengabaikan risiko yang sangat besar. Mereka tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat mengganggu ketertiban dan keamanan pelaksanaan ibadah haji.
Pemerintah Indonesia melalui KJRI Jeddah terus mengimbau WNI untuk menaati peraturan dan hanya menggunakan jalur resmi dalam menunaikan ibadah haji. Kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi sangat penting untuk memastikan keselamatan dan keamanan jamaah haji Indonesia.
Bahkan, hotel-hotel di Makkah dilarang menampung tamu tanpa visa haji resmi atau izin kerja selama musim haji. Penerbitan izin umrah melalui platform Nusuk juga ditangguhkan hingga 10 Juni 2025. Semua ini menunjukkan keseriusan Arab Saudi dalam memberantas praktik haji ilegal.
Doktrin dan Bahaya Haji Ilegal
Pada musim haji 1445 H/2024 M, puluhan WNI dideportasi karena menggunakan visa non-haji dan atribut haji palsu. Mereka bermain kucing-kucingan dengan otoritas Saudi, namun akhirnya tertangkap. Mereka rela mengeluarkan biaya puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk berangkat ke Arab Saudi, namun justru menghadapi risiko besar.
Yang memprihatinkan, mereka telah didoktrin untuk tidak menyalahkan pelaku yang membawa mereka berhaji secara ilegal. Mereka meyakini bahwa kegagalan berhaji adalah ketetapan Allah SWT, tanpa menyadari bahwa tindakan mereka melanggar aturan dan syariat Islam. Berangkat tanpa prosedur resmi bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat membahayakan jamaah haji lainnya.
Risiko yang dihadapi jamaah haji ilegal sangat besar. Mereka terancam deportasi, denda, penjara, dan larangan masuk Arab Saudi selama 10 tahun. Bahkan jika mereka 'lolos', mereka tidak akan mendapatkan layanan seperti tenda, transportasi, dan makanan selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Kondisi cuaca ekstrem di Arab Saudi selama musim haji juga dapat mengancam keselamatan mereka.
Data Kementerian Kesehatan Saudi menunjukkan bahwa sekitar 83 persen dari 1.301 jamaah haji yang meninggal pada musim haji 2024 adalah mereka yang tidak melalui prosedur resmi. Banyak yang harus berjalan jauh di bawah terik matahari tanpa tempat berlindung, sehingga meningkatkan risiko kematian akibat dehidrasi dan heatstroke.
Aspek Hukum dan Imbauan
Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PBNU, Alhafiz Kurniawan, menjelaskan bahwa haji tetap sah secara syariat jika syarat dan rukunnya terpenuhi, meskipun tidak melalui prosedur formal. Namun, PBNU menyatakan bahwa menunaikan haji secara ilegal tetap berdosa karena melanggar peraturan pemerintah, yang merupakan kewajiban menurut syariat Islam.
Dosa tersebut berasal dari pelanggaran kewajiban menaati pemerintah dan memenuhi kontrak sosial politik. Jamaah haji ilegal tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat mengganggu ketertiban dan keamanan pelaksanaan ibadah haji. Mereka mengambil hak orang lain yang telah mendaftar melalui jalur resmi.
Mengingat risiko dan sanksi yang berat, masyarakat diimbau untuk tidak tergiur tawaran haji ilegal. Berhaji melalui jalur resmi akan memberikan ketenangan dan makna yang lebih besar. Jangan sampai niat suci berhaji justru berujung pada masalah hukum dan deportasi.