Harga Beras Premium Turun di April 2025, Sentuh Rp13.047 per Kilogram
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan harga beras premium menjadi Rp13.047 per kilogram pada April 2025, dengan penurunan harga juga terjadi pada kualitas beras medium, submedium, dan pecah.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan harga beras premium di Indonesia pada bulan April 2025. Rata-rata harga beras premium di tingkat penggilingan mencapai Rp13.047 per kilogram, menandai penurunan sebesar 1,21 persen dibandingkan bulan Maret 2025. Penurunan harga ini tidak hanya terjadi pada beras premium, tetapi juga pada jenis beras lainnya.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan penurunan harga beras ini dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat lalu. Ia memaparkan data rinci mengenai fluktuasi harga beras berbagai kualitas selama periode tersebut. Penurunan harga ini perlu dikaji lebih lanjut untuk memahami dampaknya terhadap petani dan konsumen.
Informasi ini penting karena menyangkut komoditas pangan pokok masyarakat Indonesia. Perubahan harga beras secara signifikan dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional. Oleh karena itu, pemantauan dan analisis BPS terhadap harga beras sangat krusial untuk kebijakan pemerintah terkait ketahanan pangan.
Analisis Harga Beras Berbagai Kualitas
Data BPS menunjukkan penurunan harga beras di berbagai kualitas pada April 2025. Beras medium turun 1,16 persen menjadi Rp12.555 per kilogram, beras submedium turun 1,10 persen menjadi Rp12.547 per kilogram, dan beras pecah turun 5,23 persen menjadi Rp12.358 per kilogram. Perbandingan harga antar kualitas dan wilayah juga menunjukkan disparitas yang signifikan.
Harga tertinggi beras premium tercatat di Kalimantan Tengah, mencapai Rp17.000 per kilogram. Sebaliknya, harga terendah ditemukan di beberapa daerah di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan, dengan harga beras submedium dan medium mencapai Rp10.000 per kilogram. Perbedaan harga ini mencerminkan disparitas akses pasar dan infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia.
Jika dibandingkan dengan April 2024, harga beras premium, medium, dan pecah di April 2025 menunjukkan tren penurunan. Namun, harga beras submedium justru mengalami kenaikan sebesar 1,37 persen (yoy). Hal ini menunjukkan dinamika pasar yang kompleks dan perlu pengamatan lebih lanjut untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. "Dibandingkan April 2024 (secara tahunan atau year-on-year/yoy), harga beras di penggilingan untuk kualitas premium, medium, dan pecah pada April 2025 masing-masing turun 3,44 persen (yoy), 1,60 persen (yoy), dan 0,07 persen (yoy), sedangkan kualitas submedium naik sebesar 1,37 persen (yoy)," jelas Pudji Ismartini.
BPS juga mencatat harga tertinggi dan terendah untuk setiap kualitas beras selama periode April 2024 hingga April 2025. Harga tertinggi untuk beras premium dan medium terjadi pada April 2024, sementara harga tertinggi untuk beras submedium dan pecah terjadi pada Januari dan Maret 2025, berturut-turut. Harga terendah untuk setiap kualitas beras juga bervariasi, dengan harga terendah untuk beras premium terjadi pada November 2024.
Indeks Harga yang Diterima Petani (It) dan Nilai Tukar Petani (NTP)
Selain harga beras di penggilingan, BPS juga memantau Indeks Harga yang Diterima Petani (It) dan Nilai Tukar Petani (NTP). Pada April 2025, It mengalami penurunan 1,35 persen (mtm) menjadi 150,19 dari 152,24 pada Maret 2025. NTP secara nasional juga turun 2,15 persen (mtm) menjadi 121,06 dari 123,72 pada Maret 2025.
Penurunan NTP disebabkan oleh penurunan It dan kenaikan indeks harga yang dibayar petani. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun harga beras di tingkat penggilingan turun, dampaknya terhadap pendapatan petani perlu diperhatikan lebih lanjut. Analisis lebih mendalam diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan penurunan It dan NTP serta dampaknya terhadap kesejahteraan petani.
Kesimpulannya, data BPS menunjukkan fluktuasi harga beras yang kompleks pada April 2025. Penurunan harga di tingkat penggilingan perlu dikaji lebih lanjut dampaknya terhadap petani dan konsumen, serta perlunya strategi untuk menjaga stabilitas harga dan kesejahteraan petani.