NTP NTB Turun 2,62 Persen di Februari 2025: Daya Beli Petani Menurun?
Nilai Tukar Petani (NTP) di Nusa Tenggara Barat (NTB) mengalami penurunan sebesar 2,62 persen pada Februari 2025, disebabkan penurunan indeks harga yang diterima petani.

Mataram, 03/03/2025 (ANTARA) - Nilai Tukar Petani (NTP) di Nusa Tenggara Barat (NTB) mengalami penurunan. Pada Februari 2025, NTP tercatat sebesar 122,61 poin, menunjukkan penurunan sebesar 2,62 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini menimbulkan pertanyaan mengenai daya beli petani di daerah tersebut.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Wahyudin, menjelaskan penurunan ini disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani yang turun sebesar 3,02 persen. Hal ini terjadi meskipun indeks harga yang dibayar petani juga turun, namun hanya sebesar 0,41 persen. Dengan demikian, penurunan indeks harga diterima petani lebih signifikan dibandingkan penurunan indeks harga yang dibayar.
NTP sendiri merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. Indikator ini penting untuk mengukur kemampuan beli petani dan daya tukar produk pertanian mereka dengan barang dan jasa konsumsi serta biaya produksi. Penurunan NTP di NTB mengindikasikan adanya tantangan yang dihadapi petani dalam mempertahankan daya beli mereka.
Analisis Penurunan NTP di NTB
BPS NTB mencatat beberapa komoditas penyumbang penurunan indeks harga yang diterima petani, antara lain bawang merah, gabah, cabai rawit, tomat, dan sapi potong. Sementara itu, komoditas yang berkontribusi pada penurunan indeks harga yang dibayar petani meliputi cabai rawit, bawang merah, listrik, beras, dan tomat sayur. Menariknya, meskipun petani menghasilkan gabah, mereka seringkali menjualnya untuk membeli beras, sebuah fenomena yang perlu diperhatikan lebih lanjut.
Wahyudin menambahkan, meskipun terjadi penurunan NTP sebesar 2,62 persen, semua subsektor pertanian di NTB masih berada di atas 100 poin. Ini menunjukkan bahwa pendapatan petani masih lebih tinggi daripada pengeluaran mereka. Namun, penurunan ini tetap menjadi sinyal peringatan yang perlu diantisipasi.
Subsektor tanaman pangan mencatat NTP sebesar 117,29 poin, hortikultura 196,52 poin, tanaman perkebunan rakyat 108,20 poin, peternakan 108,17 poin, dan perikanan 107,54 poin. Semua angka ini berada di atas 100 poin, mengindikasikan bahwa meskipun daya beli petani menurun, kondisi secara keseluruhan masih relatif stabil.
"Meski petani menghasilkan gabah, namun gabah mereka dijual untuk membeli beras," ujar Wahyudin menjelaskan salah satu faktor penyebab penurunan NTP. Pernyataan ini menyoroti kompleksitas permasalahan yang dihadapi petani dan pentingnya analisis lebih mendalam terhadap rantai pasok komoditas pertanian.
Implikasi Penurunan NTP dan Langkah ke Depan
Penurunan NTP di NTB perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pertanian dan mencari solusi untuk meningkatkan pendapatan petani. Peningkatan harga jual komoditas pertanian dan efisiensi biaya produksi menjadi hal krusial yang perlu diperhatikan.
Selain itu, perlu juga dilakukan diversifikasi komoditas pertanian untuk mengurangi ketergantungan pada beberapa komoditas tertentu. Diversifikasi ini dapat membantu petani mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga. Peningkatan akses petani terhadap teknologi pertanian modern juga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Pemerintah juga perlu memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola usaha pertanian. Dengan demikian, petani dapat lebih siap menghadapi tantangan dan meningkatkan daya saing produk pertanian mereka. Perlu juga diperhatikan akses petani terhadap pasar dan infrastruktur pendukung pertanian.
Secara keseluruhan, penurunan NTP di NTB merupakan sinyal penting yang perlu direspon dengan cepat dan tepat. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk mencari solusi yang berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan petani di NTB.