Indonesia Butuh 2 Juta Ton Metanol Tambahan untuk Program B50
Pemerintah Indonesia membutuhkan tambahan 2 juta ton metanol per tahun untuk mencapai target program biodiesel B50 pada tahun 2026, karena produksi domestik masih terbatas.

Jakarta, 14 Maret 2025 - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, mengumumkan bahwa Indonesia masih membutuhkan sekitar 2 juta ton metanol tambahan per tahun untuk merealisasikan program bauran biodiesel 50 persen atau B50 pada tahun 2026. Pernyataan ini disampaikan langsung di Jakarta pada hari Jumat lalu. Kebutuhan ini muncul karena keterbatasan produksi metanol dalam negeri dan ambisi pemerintah untuk mencapai target B50.
Menurut keterangan beliau, "Kita saat ini sedang mengejar implementasi B50 di tahun 2026." Program B50 ini membutuhkan sekitar 2,3 juta ton metanol per tahun, sementara produksi dalam negeri hanya sekitar 300 ribu ton. Defisit ini memaksa Indonesia untuk mengimpor sebagian besar kebutuhan metanolnya.
Untuk mengatasi kekurangan ini, pemerintah tengah mendorong proyek strategis nasional (PSN) bioetanol di Bojonegoro. "Artinya, 2 juta ton masih diimpor. Oleh karena itu, kita mendorong proyek strategis nasional (PSN) bioetanol di Bojonegoro. Itulah yang sedang kita kejar," jelas Tanjung.
Kebutuhan Kelapa Sawit untuk Program Biodiesel
Lebih lanjut, Wakil Menteri Tanjung menjelaskan kebutuhan kelapa sawit untuk mendukung program biodiesel. Untuk menghasilkan 19,73 juta kiloliter biodiesel B50, dibutuhkan 17,9 juta ton kelapa sawit dan tambahan lahan seluas 2,3 juta hektar. Sementara itu, untuk mencapai produksi B60 sebesar 23,67 juta kiloliter, dibutuhkan 21,5 juta ton kelapa sawit dan tambahan lahan seluas 3,5 juta hektar.
Target yang lebih ambisius, yaitu produksi B100 sebesar 39,45 juta kiloliter, membutuhkan 35,9 juta ton kelapa sawit dan tambahan lahan seluas 4,6 juta hektar. Angka-angka ini menunjukkan skala besar proyek biodiesel dan dampaknya terhadap sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Pemerintah membuka peluang pemanfaatan lahan milik masyarakat dan koperasi untuk memenuhi kebutuhan tambahan lahan tersebut. Insentif yang telah disiapkan untuk mendukung program ini bernilai sekitar Rp47,1 triliun (sekitar US$2,88 miliar). Saat ini, kebutuhan kelapa sawit Indonesia diperkirakan sekitar 14,3 juta ton.
Implementasi B40 dan Tantangan ke Depan
Pemerintah Indonesia telah memulai implementasi B40 pada 1 Januari 2025. Namun, transisi ke B50 dan bahkan B100 masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal ketersediaan bahan baku, seperti metanol dan kelapa sawit, serta ketersediaan lahan. Pemerintah perlu memastikan ketersediaan bahan baku dan lahan untuk mendukung program biodiesel ini agar dapat berjalan lancar dan mencapai target yang telah ditetapkan.
Program B50 merupakan langkah strategis Indonesia dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mendorong pemanfaatan energi terbarukan. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengatasi berbagai kendala yang ada, termasuk penyediaan metanol dan lahan perkebunan kelapa sawit.
Keberhasilan program ini akan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia, khususnya sektor perkebunan kelapa sawit dan industri biodiesel. Namun, pemerintah juga perlu memperhatikan dampak lingkungan dari perluasan perkebunan kelapa sawit dan memastikan keberlanjutan program ini dalam jangka panjang.