Hilirisasi Batubara Jadi Metanol: Dukung Program Biofuel Nasional
Pemerintah targetkan hilirisasi batubara menjadi metanol untuk memenuhi kebutuhan program biofuel B35 dan B50, mengurangi ketergantungan impor.

Deputi Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu, mengungkapkan rencana strategis pemerintah untuk melakukan hilirisasi batubara menjadi metanol. Langkah ini diprioritaskan guna mendukung program biofuel nasional, khususnya pencapaian target B35 dan B50. Hal ini disampaikan Pasaribu dalam Mining Forum di Jakarta, Selasa (18 Maret 2024). Kebijakan ini dipicu oleh tingginya kebutuhan impor metanol akibat kurangnya produksi dalam negeri.
Saat ini, program biofuel telah mencapai mandatori B40. Program B40 ini membutuhkan impor metanol antara 2,3 hingga 2,5 juta ton. Sebelumnya, pada program B35, Indonesia membutuhkan impor 1,8 juta ton metanol. Ketergantungan impor ini menjadi perhatian serius pemerintah, mendorong percepatan hilirisasi batubara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi beban impor.
"Beberapa BUMN tengah mengembangkan produk metanol dari batubara," ujar Pasaribu. Pernyataan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendorong pengembangan industri hilirisasi batubara di dalam negeri. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor metanol dan sekaligus meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam domestik.
Hilirisasi Batubara: Solusi Ketergantungan Impor Metanol
Pemerintah menyadari pentingnya mengurangi ketergantungan pada impor metanol. Metanol merupakan bahan baku penting dalam produksi biofuel. Dengan meningkatkan produksi metanol dalam negeri melalui hilirisasi batubara, Indonesia dapat mengurangi biaya impor dan meningkatkan ketahanan energi nasional. Presiden Prabowo Subianto bahkan telah menginstruksikan dukungan penuh terhadap penggunaan B50 pada tahun 2026 untuk mewujudkan kedaulatan energi.
Target penggunaan B50 pada tahun 2026 membutuhkan sekitar 2 juta ton metanol, menurut Deputi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Yuliot Tanjung. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan produksi dalam negeri yang hanya sekitar 300 ribu ton. Oleh karena itu, pemerintah mendorong percepatan pengembangan proyek bioetanol nasional di Bojonegoro untuk mengatasi kekurangan pasokan metanol.
"Itu berarti 2 juta ton masih diimpor. Oleh karena itu, kami mendorong proyek strategis nasional bioetanol di Bojonegoro (untuk segera dikembangkan)," tegas Yuliot. Pernyataan ini menunjukkan urgensi pengembangan proyek bioetanol di Bojonegoro sebagai solusi jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan metanol nasional.
Tantangan dan Peluang Hilirisasi Batubara Menjadi Metanol
Meskipun menawarkan solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan impor, program hilirisasi batubara menjadi metanol juga menghadapi tantangan. Tantangan tersebut antara lain memerlukan investasi besar, teknologi yang tepat, dan pengembangan infrastruktur pendukung. Namun, peluang yang ditawarkan juga sangat besar, yaitu peningkatan nilai tambah batubara, penciptaan lapangan kerja, dan penguatan ketahanan energi nasional.
Pemerintah perlu memastikan bahwa program hilirisasi ini dilakukan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Aspek lingkungan perlu dipertimbangkan dengan cermat untuk meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem. Dengan perencanaan yang matang dan kolaborasi yang baik antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta, program hilirisasi batubara menjadi metanol dapat memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian dan ketahanan energi Indonesia.
Keberhasilan program ini akan berdampak positif terhadap berbagai sektor, termasuk sektor energi, industri, dan perekonomian nasional secara keseluruhan. Program ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku. Dengan demikian, Indonesia dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan energinya di masa depan.
Program hilirisasi batubara menjadi metanol ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam rangka mewujudkan kedaulatan energi dan ketahanan ekonomi nasional. Dengan dukungan dan kerjasama semua pihak, program ini diharapkan dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat yang optimal bagi Indonesia.