Hilirisasi Batu Bara: Transformasi Ekonomi Indonesia Menuju Kedaulatan Energi
Anggota DPR, Dewi Yustisiana, mendorong hilirisasi batu bara sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kedaulatan ekonomi Indonesia melalui diversifikasi produk dan penguatan industri nasional.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Anggota Komisi XII DPR RI, Dewi Yustisiana, pada Minggu, 11 Mei 2023, di Jakarta, menegaskan pentingnya hilirisasi batu bara untuk transformasi ekonomi Indonesia. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam Indonesia. Hilirisasi batu bara dinilai sebagai kunci untuk mencapai kedaulatan energi dan memperkuat industri nasional.
Dewi Yustisiana menekankan bahwa selama ini Indonesia terlalu bergantung pada ekspor batu bara mentah. Padahal, potensi batu bara untuk diolah menjadi produk bernilai tinggi sangat besar. Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa dari total penjualan 811,01 juta ton batu bara, sekitar 433,17 juta ton diekspor. Ini menunjukkan potensi besar yang belum tergali sepenuhnya.
Oleh karena itu, hilirisasi batu bara menjadi solusi strategis. Dengan mengolah batu bara menjadi produk turunan, Indonesia dapat meningkatkan pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku. Proses ini juga akan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
Potensi Hilirisasi Batu Bara
Salah satu prioritas hilirisasi batu bara adalah gasifikasi menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG) impor. PT Bukit Asam (PT BA) di Tanjung Enim saat ini tengah menjalankan proyek ini. Selain DME, batu bara juga dapat diolah menjadi bahan baku penting lainnya.
Batu bara dapat diproses menjadi metanol dan urea untuk industri petrokimia dan pupuk. PT BA dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) juga mengembangkan Subtitute Natural Gas (SNG) atau gas alam sintetis. SNG memungkinkan batu bara diubah menjadi bahan bakar cair seperti diesel dan bensin sintetis, meskipun masih dalam tahap awal pengembangan.
Diversifikasi produk hilirisasi batu bara juga penting. Produk-produk seperti briket, karbon aktif, dan grafit sintetis dapat mendukung berbagai industri, termasuk industri baterai kendaraan listrik yang sedang berkembang pesat. Dengan demikian, hilirisasi batu bara tidak hanya berfokus pada satu produk saja, tetapi membuka peluang pasar yang lebih luas.
Dukungan Pemerintah dan Tantangan yang Dihadapi
Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, terus berupaya mendukung akselerasi hilirisasi batu bara. Dewi Yustisiana mendorong pemerintah untuk memberikan berbagai insentif fiskal dan non-fiskal.
Insentif tersebut meliputi pembebasan pajak, kemudahan perizinan, dan skema off-taker untuk menjamin kepastian pasar bagi produk hilirisasi. Hal ini penting untuk menarik investasi dan memastikan keberlanjutan proyek hilirisasi batu bara.
Namun, hilirisasi batu bara juga menghadapi tantangan. Investasi yang dibutuhkan cukup tinggi, dan Indonesia masih bergantung pada teknologi asing. Selain itu, harga pasar produk hilir batu bara belum tentu stabil dan terkadang kurang menguntungkan dibandingkan dengan harga batu bara mentah.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, dibutuhkan kolaborasi yang erat antara pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan sektor swasta. Kolaborasi ini akan memastikan bahwa transformasi hilirisasi batu bara berjalan konsisten dan berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dewi Yustisiana menegaskan bahwa hilirisasi batu bara bukan hanya proyek ekonomi semata, tetapi bagian dari agenda besar untuk menciptakan ekonomi Indonesia yang mandiri dan berdaulat. Dengan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan meningkatkan nilai tambah, Indonesia dapat membangun fondasi ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan.