Kebijakan HPM Dorong Hilirisasi: Pakar UGM Nilai Positif, Smelter Baru Bermunculan
Pengamat ekonomi UGM dan Kementerian ESDM menilai kebijakan Harga Patokan Mineral (HPM) berhasil mendorong hilirisasi di Indonesia, ditandai dengan pembangunan smelter baru dan peningkatan nilai tambah mineral.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Kebijakan Harga Patokan Mineral (HPM) dan larangan ekspor bijih bauksit yang diterapkan pemerintah Indonesia sejak Juni 2023, dinilai berhasil mendorong hilirisasi sektor pertambangan. Hal ini disampaikan oleh Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadah Mada (UGM), Fahmi Radhi, dan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Dengan adanya HPM, pelaku usaha diharapkan berinvestasi pada industri pengolahan dalam negeri, bukan hanya mengekspor bahan mentah.
Fahmi Radhi menjelaskan bahwa sebelumnya, ekspor bahan mentah lebih menguntungkan karena margin tinggi dan proses yang cepat. Namun, kebijakan HPM dan larangan ekspor menciptakan disinsentif bagi pelaku usaha untuk tetap bergantung pada ekspor. Dengan kata-kata Fahmi Radhi, "Selama ini ekspor bahan mentah lebih menguntungkan, karena margin tinggi dan prosesnya cepat. Dengan HPM dan larangan ekspor, pemerintah menciptakan disinsentif agar pelaku usaha mau berinvestasi ke smelter."
Tri Winarno menambahkan bahwa kebijakan ini merupakan amanat konstitusi dan bagian dari strategi besar untuk meningkatkan nilai tambah mineral. Ia juga menekankan bahwa kebijakan ini bukanlah kebijakan mendadak, melainkan bagian dari rencana jangka panjang pemerintah untuk membangun industri pengolahan mineral yang mandiri dan berdaya saing global. Hasilnya, investasi pada smelter-smelter baru mulai tumbuh.
Hilirisasi: Langkah Strategis Indonesia Menuju Kemandirian Ekonomi
Kebijakan HPM dan pelarangan ekspor bijih bauksit merupakan langkah strategis Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan meningkatkan nilai tambah produk mineral. Dengan mengolah bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau jadi di dalam negeri, Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan negara, dan mengembangkan industri manufaktur berbasis sumber daya alam.
Pemerintah optimistis bahwa kebijakan ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Hilirisasi tidak hanya meningkatkan pendapatan negara dari sektor pertambangan, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan sektor industri lainnya yang terkait.
Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan melindungi lingkungan. Pengolahan mineral di dalam negeri dapat meminimalkan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan dan pengangkutan bahan mentah ke luar negeri.
Keberhasilan hilirisasi juga akan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Dengan memproduksi produk mineral yang telah diolah, Indonesia dapat menawarkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi dan bersaing dengan negara-negara produsen mineral lainnya.
Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Kalimantan Barat: Contoh Kesuksesan Hilirisasi
Sebagai bukti nyata keberhasilan hilirisasi, pemerintah mencontohkan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Kalimantan Barat. Proyek yang dikelola oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI), anak usaha dari PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), ini telah beroperasi dan melakukan pengiriman perdana ke Kuala Tanjung INALUM.
Proyek SGAR dipercepat pembangunannya setelah larangan ekspor bijih bauksit diberlakukan pada Juni 2023. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan HPM dan larangan ekspor telah memberikan dampak positif dan mendorong investasi pada industri pengolahan mineral.
Keberhasilan proyek SGAR diharapkan dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi pelaku usaha lainnya untuk berinvestasi pada industri pengolahan mineral di Indonesia. Pemerintah akan terus mendukung pengembangan industri pengolahan mineral melalui berbagai kebijakan dan insentif.
Dengan adanya dukungan pemerintah dan keberhasilan proyek-proyek seperti SGAR, diharapkan semakin banyak smelter baru yang akan dibangun di Indonesia. Hal ini akan semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang mampu mengolah mineralnya sendiri dan meningkatkan nilai tambah produk mineral.
Indonesia perlu memperkuat pengolahan mineral dalam negeri untuk menopang pertumbuhan industri manufaktur berbasis sumber daya alam di masa depan. Kebijakan HPM dan larangan ekspor bijih bauksit merupakan langkah penting dalam mencapai tujuan tersebut.
Kesimpulan
Kebijakan HPM dan larangan ekspor bijih bauksit telah menunjukkan hasil positif dalam mendorong hilirisasi di Indonesia. Dengan adanya investasi baru di sektor pengolahan mineral dan contoh sukses seperti SGAR, Indonesia semakin dekat untuk mencapai kemandirian ekonomi dan meningkatkan daya saing di pasar global. Keberhasilan ini diharapkan dapat menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.