Antam Pacu Industri Alumina: Ekosistem Hilirisasi Terintegrasi Siap Berjalan
PT Aneka Tambang (Antam) siapkan ekosistem hilirisasi bauksit terintegrasi, dorong produksi alumina dan perkuat industri strategis nasional.

PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mengumumkan kesiapan ekosistem hilirisasi bauksit terintegrasi untuk memperkuat rantai pasok, dari bauksit hingga produk alumina. Direktur Utama Antam, Nico Kanter, menyatakan hal ini dalam sebuah pernyataan di Jakarta pada Kamis. Inisiatif ini merupakan langkah nyata dalam mendukung kebijakan pemerintah untuk menghentikan ekspor bijih dan mendorong hilirisasi di sektor pertambangan.
Pada tahun 2024, Antam mencatatkan produksi bauksit sebesar 1,3 juta wet metric ton (WMT), dengan penjualan mencapai 0,7 juta WMT. Kolaborasi dengan Indonesia Chemical Alumina (ICA) juga menghasilkan produksi dan penjualan alumina yang signifikan, masing-masing 148 ribu ton dan 177 ribu ton. Keberhasilan ini menunjukkan komitmen Antam dalam mengembangkan sektor hilir.
Langkah strategis Antam ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengembangkan industri alumina nasional. Kebijakan pelarangan ekspor bijih bauksit dan penetapan Harga Patokan Mineral (HPM) menjadi pendorong utama dalam pengembangan ekosistem hilirisasi ini. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Hilirisasi Terintegrasi: Dari Bauksit hingga Alumina
Antam tidak hanya berkolaborasi dengan ICA, tetapi juga memiliki saham di PT Borneo Alumina Indonesia (BAI). BAI, yang kini memasuki tahap transisi ke operasi komersial, telah berhasil melakukan produksi trial alumina dan mengirimkan 21 ribu ton perdana ke PT Inalum untuk pengujian kualitas. Keberhasilan ini menandai langkah penting dalam mewujudkan hilirisasi bauksit secara menyeluruh di Indonesia.
Menurut Nico Kanter, kehadiran BAI melengkapi ekosistem hilirisasi aluminium nasional. Prosesnya dimulai dari pengolahan bauksit menjadi alumina oleh Antam dan BAI, kemudian diserap oleh Inalum untuk diproses menjadi aluminium. Model ini merupakan contoh nyata hilirisasi yang memberikan dampak langsung pada industri strategis nasional.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan bahwa kebijakan pelarangan ekspor bijih bauksit bukan hanya sekadar instrumen fiskal, melainkan implementasi dari Undang-Undang Minerba. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dampak Kebijakan dan Prospek Industri Alumina
Produksi bijih bauksit nasional mengalami penurunan setelah kebijakan larangan ekspor diberlakukan. Produksi yang mencapai 31,8 juta ton pada tahun 2022, turun menjadi 19,8 juta ton di tahun 2023, dan 16,8 juta ton pada tahun 2024. Namun, pemerintah optimis bahwa produksi akan kembali meningkat seiring dengan beroperasinya proyek-proyek hilirisasi baru.
Dengan semakin banyaknya investasi di sektor hilirisasi, diharapkan akan terjadi peningkatan produksi alumina dan aluminium di dalam negeri. Hal ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama di pasar global. Integrasi hilirisasi ini juga akan menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
Pemerintah terus mendukung pengembangan industri hilir melalui berbagai kebijakan dan insentif. Hal ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi dan mempercepat pengembangan industri alumina nasional. Dengan ekosistem hilirisasi yang terintegrasi, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat produksi alumina dan aluminium di kawasan Asia Tenggara.
Langkah Antam dalam membangun ekosistem hilirisasi terintegrasi merupakan contoh nyata komitmen perusahaan dalam mendukung program hilirisasi pemerintah. Hal ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi perusahaan lain untuk turut serta dalam membangun industri hilir yang kuat dan berkelanjutan di Indonesia. Keberhasilan ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.