Indonesia Harus Terus Pimpin Diplomasi Hukum Laut, Warisan Cita-Cita Hasjim Djalal
Mantan Dubes Dino Patti Djalal mendorong Indonesia untuk melanjutkan inisiatif hukum laut internasional, mengikuti jejak sang ayah, Hasjim Djalal, arsitek UNCLOS 1982, demi kekuatan maritim Indonesia.

Jakarta, 25 Februari 2024 - Indonesia, sebagai salah satu arsitek Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982, harus melanjutkan kepemimpinannya dalam diplomasi hukum laut internasional. Hal ini disampaikan oleh Dino Patti Djalal, mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI, dalam sebuah acara peringatan kontribusi dan pemikiran mendiang ayahnya, Hasjim Djalal.
Dino, yang mewakili keluarga dalam acara daring di Kementerian Luar Negeri, menekankan pentingnya Indonesia untuk tetap menjadi pelopor dan pemimpin dalam diplomasi hukum internasional. Ia menyebut warisan perjuangan ayahnya dalam hukum laut internasional, khususnya melalui UNCLOS 1982, telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang disegani dalam kancah internasional.
UNCLOS 1982, menurut Dino, merupakan bukti nyata perjuangan Hasjim Djalal dalam mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara maritim yang kuat. Konvensi ini berhasil mengukuhkan konsep negara kepulauan, yang merupakan ciri khas Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan diakui oleh dunia internasional.
Mewujudkan Cita-Cita Hasjim Djalal: Indonesia sebagai Negara Maritim yang Kuat
Dino Patti Djalal melanjutkan, "Tugas kita selanjutnya adalah bagaimana dengan modal tersebut kita bisa menjadi bangsa maritim yang punya perkapalan kuat, angkatan laut yang kuat, dan bisa menguasai dengan nyata nilai-nilai ekonomi di laut kita." Ia menekankan pentingnya meneruskan perjuangan ayahnya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang tangguh.
Ia juga menyoroti peran penting Hasjim Djalal dalam menyelenggarakan lokakarya terkait Laut China Selatan lebih dari 30 tahun lalu. Lokakarya tersebut, menurut Dino, telah meletakkan dasar bagi proses diplomasi untuk menyelesaikan sengketa di kawasan tersebut. Oleh karena itu, Dino mendorong Indonesia untuk terus memperjuangkan terwujudnya kesepakatan-kesepakatan dari lokakarya tersebut dalam bentuk kerja sama substansial di Laut China Selatan.
Sebagai pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino mengajak para diplomat Indonesia untuk terus memperjuangkan kepentingan nasional dengan tetap memperhatikan kebermanfaatannya di tingkat global. Hal ini, katanya, selaras dengan contoh yang diberikan Hasjim Djalal melalui perpaduan antara nasionalisme, multilateralisme, dan globalisme.
Jejak Langkah Hasjim Djalal: Diplomat Senior Indonesia
Hasjim Djalal, yang lahir pada tahun 1934, merupakan diplomat senior Indonesia yang berpengalaman. Ia pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk berbagai negara penting, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada periode 1981—1983, Kanada pada 1983—1985, dan Jerman pada 1990—1993.
Kontribusi Hasjim Djalal dalam penyusunan UNCLOS 1982 sangat signifikan. Ia berhasil memperjuangkan gagasan negara kepulauan dan wawasan nusantara, sebagaimana diamanatkan Deklarasi Djuanda 1957, untuk mendapatkan pengakuan dari komunitas internasional. Perjuangannya ini menjadi warisan berharga bagi Indonesia.
Hasjim Djalal wafat pada 12 Januari 2025 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. Upacara pemakamannya dipimpin oleh Menteri Luar Negeri RI.
Kepemimpinan Indonesia dalam hukum laut internasional, yang telah dirintis oleh Hasjim Djalal, harus diteruskan untuk memastikan kepentingan nasional dan mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara maritim yang kuat dan disegani di dunia. Hal ini membutuhkan komitmen dan kerja keras dari seluruh pihak terkait.