Indonesia: Peluang Baru Pasar Penyimpanan Karbon Global
Indonesia berpotensi besar menjadi pusat penyimpanan karbon global, menarik investasi asing dan mendukung transisi energi menuju emisi nol bersih.

Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Febrian Alphyanto Ruddyard, baru-baru ini menyatakan bahwa Indonesia memiliki peluang emas untuk menawarkan jasa penyimpanan CO2 dari negara lain. Hal ini disampaikan dalam pertemuan dengan perwakilan EU-ASEAN Sustainable Connectivity Package Investment Facility (EU SCOPE IF) di Jakarta pada tanggal 12 Desember. Pernyataan tersebut menekankan potensi Indonesia dalam sektor penyimpanan karbon, didukung oleh biaya yang kompetitif dan berpotensi menjadi sektor strategis.
Untuk merealisasikan peluang ini, dibutuhkan ekosistem yang kuat, termasuk regulasi yang menarik bagi sektor swasta agar mau berinvestasi dalam teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS). Upaya ini diharapkan dapat mempercepat transisi energi Indonesia dan mendukung pencapaian target emisi nol bersih (NZE).
Kerjasama dengan Uni Eropa (EU) dinilai penting dalam mencapai tujuan tersebut. Indonesia telah berkomitmen untuk menerapkan pembangunan rendah karbon selama 20 tahun ke depan, dengan percepatan transisi energi sebagai komponen utamanya. Kemajuan teknologi juga memungkinkan pemanfaatan karbon dari sektor minyak dan gas yang sebelumnya terakumulasi.
Potensi Penyimpanan Karbon Indonesia dan Dukungan Uni Eropa
Menurut Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Leonardo A. A. Teguh Sambodo, implementasi CCS atau CCUS dan pembatasan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara menjadi agenda utama dalam lima tahun pertama menuju emisi nol bersih. Uni Eropa, melalui perwakilan Pedro Pimentel, menyatakan kesiapannya untuk mendukung Indonesia dalam memperoleh data dan pengalaman terbaik terkait implementasi CCS, termasuk menawarkan bantuan pembangunan kapasitas, kunjungan lapangan, dan pengembangan model kerjasama antar negara.
Teknologi CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage) berperan penting dalam upaya global mitigasi perubahan iklim, terutama untuk industri yang sulit mengurangi emisi seperti baja, kimia, dan semen. Teknologi ini menangkap emisi CO2, lalu mengangkutnya ke fasilitas penyimpanan di akuifer air asin atau reservoir minyak dan gas yang telah habis. Sebuah studi tahun 2024 menunjukkan potensi penyimpanan CO2 di Indonesia mencapai angka yang signifikan, yaitu 69 gigaton (Gt) di akuifer air asin, 680,57 Gt di akuifer air asin dalam, dan 10,14 Gt di reservoir minyak dan gas yang telah habis.
Studi tersebut dilakukan oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas). Dua dari 15 proyek CCUS yang diumumkan pemerintah Indonesia, yaitu Cekungan Sunda-Asri dan Lapangan Ubadari, dianggap prospektif untuk pengembangan pusat internasional.
Tantangan dan Peluang ke Depan
Meskipun potensi Indonesia sangat besar, masih ada tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah menciptakan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di sektor CCS. Pemerintah perlu memberikan insentif dan kemudahan berusaha agar perusahaan tertarik untuk berinvestasi dalam teknologi ini. Selain itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang CCS juga sangat penting untuk memastikan keberhasilan implementasi proyek-proyek CCS di Indonesia.
Namun, peluang yang ditawarkan juga sangat besar. Dengan biaya yang kompetitif dan potensi penyimpanan karbon yang melimpah, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam pasar jasa penyimpanan karbon global. Hal ini tidak hanya akan memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia, tetapi juga berkontribusi pada upaya global dalam mengatasi perubahan iklim. Kerjasama dengan Uni Eropa dan negara-negara lain akan sangat penting untuk memastikan keberhasilan upaya ini.
Keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan sektor penyimpanan karbon akan menjadi contoh bagi negara-negara berkembang lainnya. Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam transisi energi dan menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan dapat berjalan beriringan. Dengan memanfaatkan potensi yang ada dan mengatasi tantangan yang dihadapi, Indonesia dapat meraih peluang emas ini dan menjadi pusat penyimpanan karbon global.