KAI Perkuat Transportasi Ramah Lingkungan Lewat Dekarbonisasi
PT Kereta Api Indonesia (KAI) berkomitmen mengurangi emisi karbon melalui berbagai inovasi ramah lingkungan, termasuk penggunaan biodiesel B40 dan energi surya, serta menghadapi tantangan pendanaan elektrifikasi jalur kereta api.

PT Kereta Api Indonesia (KAI) gencar memperkuat komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan dengan mengimplementasikan berbagai inovasi untuk mengurangi emisi karbon. Upaya dekarbonisasi ini dilakukan melalui berbagai strategi, mulai dari penggunaan bahan bakar alternatif hingga optimalisasi energi terbarukan. Hal ini diungkapkan oleh Executive Vice President UPT Balai Yasa Manggarai KAI, Idrus Fauzi, dalam acara Ngariung and Sustainability Tour yang digelar bersama Indonesian Society of Sustainability Professionals (ISSP).
Acara yang bertema "Dekarbonisasi Sektor Transportasi, Tantangan dan Peluang" ini bertujuan untuk memperkuat komitmen KAI dalam menciptakan transportasi ramah lingkungan dan berbagi wawasan mengenai strategi serta tantangan dalam upaya dekarbonisasi sektor transportasi. Idrus menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak, termasuk komunitas, perusahaan, akademisi, dan lembaga multilateral, untuk mewujudkan transportasi yang berkelanjutan. Vice President Public Relations KAI, Anne Purba, turut menjelaskan langkah-langkah strategis yang telah diimplementasikan KAI.
Berbagai upaya konkret telah dilakukan KAI untuk mengurangi jejak karbonnya. Salah satu langkah signifikan adalah penggunaan bahan bakar biodiesel B40 pada lokomotif, sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Selain itu, KAI juga mengoptimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan melalui implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Inovasi teknologi juga diterapkan, seperti sistem paperless office menggunakan Rail Document System (RDS) dan teknologi pengenalan wajah (face recognition) untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi penggunaan kertas.
Inovasi dan Tantangan Dekarbonisasi KAI
KAI juga telah mengadopsi konsep bangunan hijau (green building) bersertifikasi EDGE dan secara aktif melakukan pengukuran jejak karbon. Program penghijauan melalui penanaman pohon dan pengelolaan limbah juga terus dilakukan. Komitmen KAI terhadap keberlanjutan telah diakui secara nasional dan internasional, dibuktikan dengan skor ESG 41 dari S&P Global dan penghargaan bintang empat Indonesia Sustainability Award 2025. Keunggulan kereta api dalam hal emisi karbon juga menjadi sorotan; emisi karbon kereta api hanya 41 gram CO2 per orang per kilometer, jauh lebih rendah dibandingkan moda transportasi lain.
Dalam sektor angkutan barang, efisiensi emisi juga sangat signifikan. Satu rangkaian KA barang dengan muatan 3.050 ton hanya menghasilkan 4.563 kg CO2e per ton per kilometer, jauh lebih rendah dibandingkan 144 truk trailer yang mencapai 49.462 kg CO2e per ton per kilometer. Meskipun demikian, Anne Purba mengakui bahwa KAI masih menghadapi beberapa tantangan dalam mencapai target emisi nol bersih. Salah satu tantangan utama adalah tingginya biaya investasi dalam pengembangan teknologi ramah lingkungan, termasuk elektrifikasi jalur kereta api.
Penggunaan biodiesel B40 juga masih dalam tahap uji coba dan memerlukan penyesuaian teknis sebelum diterapkan secara luas. Sebagai bagian dari roadmap menuju Net Zero Emission (NZE) 2060, KAI terus mengembangkan teknologi Green Train, yang mencakup lokomotif hibrida dan listrik serta penerapan berbagai inovasi efisiensi energi. Ketua Umum ISSP Indonesia, Satrio Dwi Prakoso, menegaskan pentingnya peran semua pihak dalam upaya menekan emisi karbon di sektor transportasi. Direktur Perencanaan Strategis dan Pengelolaan Sarana KAI, John Robertho, menambahkan bahwa KAI terus mengembangkan inisiatif untuk menghadirkan transportasi berbasis energi bersih yang lebih berkelanjutan.
Dukungan Infrastruktur dan Kesadaran Masyarakat
VP Sustainability KAI, Tria Mutiari, memaparkan strategi KAI dan tantangan dalam dekarbonisasi transportasi. Ia menyebutkan bahwa peningkatan penggunaan transportasi berbasis rel berpotensi mengurangi emisi karbon secara signifikan di Jabodetabek. Namun, tantangan terbesar adalah kesiapan infrastruktur dan fasilitas transportasi publik yang memadai untuk mendukung peralihan dari kendaraan pribadi ke kereta api. Sebagai contoh, penggunaan Commuter Line dari Bekasi ke Jakarta oleh Fitria Wulandari menghasilkan emisi karbon jauh lebih rendah daripada mobil pribadi, namun ia juga menyoroti tantangan seperti kepadatan penumpang dan gangguan perjalanan.
Spesialis Keberlanjutan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI), Widya Paramita, menjelaskan bahwa sektor industri juga menghadapi tantangan serupa dalam mengurangi emisi karbon. SBI telah mengimplementasikan berbagai inisiatif berkelanjutan, seperti penggunaan forklift listrik dan panel surya, serta optimalisasi distribusi logistik dengan kereta api. Kolaborasi dan inovasi teknologi serta peningkatan kesadaran masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam upaya dekarbonisasi sektor transportasi di Indonesia. KAI, dengan berbagai inisiatifnya, menunjukkan komitmen kuat dalam membangun masa depan transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Kesimpulannya, upaya dekarbonisasi yang dilakukan KAI merupakan langkah penting dalam menciptakan sistem transportasi yang lebih berkelanjutan di Indonesia. Tantangan masih ada, namun komitmen dan inovasi yang terus dikembangkan menunjukkan harapan untuk mencapai target emisi nol bersih di masa depan. Kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri swasta, dan masyarakat, sangat krusial untuk keberhasilan upaya ini.