Kasus Korupsi Timah: Hukuman Harvey Moeis Diperberat Jadi 20 Tahun Penjara
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Harvey Moeis, perpanjangan tangan PT RBT, menjadi 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar terkait kasus korupsi pengelolaan timah PT Timah, yang merugikan negara hingga Rp300 triliun.
![Kasus Korupsi Timah: Hukuman Harvey Moeis Diperberat Jadi 20 Tahun Penjara](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/13/150105.782-kasus-korupsi-timah-hukuman-harvey-moeis-diperberat-jadi-20-tahun-penjara-1.jpg)
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta baru-baru ini membuat keputusan signifikan dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah. Harvey Moeis, yang bertindak sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), divonis hukuman penjara 20 tahun. Putusan ini merupakan hasil banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dan penasihat hukum Harvey, memperberat hukuman sebelumnya.
Kasus Korupsi Timah dan Peran Harvey Moeis
Kasus ini berpusat pada korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. periode 2015-2022. Harvey Moeis terbukti terlibat dalam praktik korupsi yang mengakibatkan kerugian negara yang sangat signifikan. Kerugian negara ditaksir mencapai angka fantastis, yaitu Rp300 triliun. Angka ini terdiri dari beberapa pos, termasuk kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta (Rp2,28 triliun), kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah (Rp26,65 triliun), dan kerugian lingkungan (Rp271,07 triliun).
Peran Harvey Moeis dalam kasus ini sangat krusial. Ia terbukti menerima uang sebesar Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim. Selain itu, ia juga terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari uang yang diterimanya. Bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan cukup kuat untuk mendukung dakwaan terhadapnya.
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Dalam sidang pembacaan putusan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Hakim Ketua Teguh Harianto menyatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat diubah. Hukuman penjara Harvey Moeis diperberat dari 6 tahun 6 bulan menjadi 20 tahun. Meskipun denda tetap sebesar Rp1 miliar, hukuman subsider (pengganti jika denda tidak dibayar) diperberat menjadi 8 bulan penjara. Uang pengganti juga diperberat, menjadi Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara.
Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dalam menjatuhkan putusan. Perbuatan Harvey Moeis dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan telah menyakiti hati rakyat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Hal ini menunjukkan keparahan tindakannya dan perlunya hukuman yang setimpal.
Pelanggaran Hukum yang Dilakukan
Harvey Moeis terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang tindak pidana korupsi dan pencucian uang, yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh Harvey Moeis.
Kesimpulan
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Harvey Moeis memberikan sinyal kuat tentang komitmen penegakan hukum terhadap kasus korupsi. Hukuman yang dijatuhkan diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi pihak lain untuk tidak melakukan tindakan serupa. Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya komoditas timah, demi mencegah kerugian negara yang besar di masa mendatang. Besarnya kerugian negara dalam kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas dalam sektor pertambangan.