Kearifan Lokal: Kunci Konservasi Laut Berkelanjutan di NTT
Dinas Kelautan dan Perikanan NTT menekankan pentingnya kearifan lokal seperti tradisi 'muro' dan 'kebang' dalam menjaga kelestarian laut dan ekosistemnya.

Kupang, NTT (ANTARA) - Praktik kearifan lokal terbukti berperan krusial dalam upaya konservasi laut di Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini ditegaskan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTT, Sulastri Rasyid, dalam sebuah diskusi buku antologi "Kabar Baik dari Laut Wallacea" di Kupang, Jumat lalu. Diskusi tersebut menyoroti pentingnya pelestarian laut dan peran masyarakat adat dalam upayanya.
Sulastri Rasyid memberikan apresiasi khusus kepada jurnalis lokal NTT, Yapi Manuleus, atas tulisannya yang mendokumentasikan praktik konservasi berbasis kearifan lokal di Pulau Lembata dan Pulau Solor. Menurutnya, tradisi-tradisi turun temurun ini menyimpan kunci keberhasilan konservasi laut yang berkelanjutan. Tradisi tersebut, yang telah dijalankan selama bergenerasi, perlu dijaga dan dikembangkan untuk masa depan.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa tradisi muro di Lembata dan kebang di Solor merupakan contoh nyata dari kearifan lokal yang efektif. Kedua tradisi tersebut telah terbukti mampu mengatur pemanfaatan sumber daya laut secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, memastikan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan.
Tradisi Muro dan Kebang: Zonasi Laut Tradisional
Sistem muro di Lembata menerapkan pola zonasi laut yang ketat. Ada zona inti yang dilindungi sepenuhnya dari aktivitas penangkapan ikan, berfungsi sebagai tempat pemijahan dan berkembang biaknya biota laut. Zona lain diperbolehkan untuk penangkapan, namun dengan aturan yang sangat spesifik, misalnya batasan waktu penangkapan dan jenis alat tangkap yang diperbolehkan. Sistem ini menjamin keberlanjutan sumber daya laut.
Sementara itu, tradisi kebang di Solor memiliki prinsip serupa, yaitu pembagian wilayah laut berdasarkan fungsi dan aturan adat. Kedua sistem ini menunjukkan bagaimana masyarakat adat telah lama menerapkan praktik konservasi yang efektif dan terintegrasi dengan kehidupan mereka. Pengelolaan yang bijak ini memastikan keseimbangan ekosistem laut dan keberlanjutan sumber daya perikanan.
Penerapan sistem zonasi ini telah terbukti efektif dalam menjaga keanekaragaman hayati laut dan keberlanjutan sumber daya perikanan. Hal ini juga berkontribusi pada peningkatan ekonomi masyarakat sekitar, khususnya melalui sektor pariwisata yang semakin berkembang berkat keindahan terumbu karang dan biota laut yang terjaga.
Dukungan Pemerintah dan Pelestarian untuk Generasi Mendatang
Sulastri Rasyid menambahkan bahwa pemerintah daerah NTT juga aktif dalam upaya konservasi laut. Kawasan konservasi telah ditetapkan di berbagai wilayah, termasuk Nagekeo, Sikka, Lembata, dan Alor. Langkah ini merupakan bentuk dukungan nyata terhadap pelestarian biota laut dan ekosistemnya.
Ia juga menekankan pentingnya literasi konservasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian laut. Kerja sama dan kolaborasi antar berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat adat, dan akademisi, sangat penting untuk mencapai tujuan konservasi yang lebih luas dan berdampak jangka panjang.
“Semua upaya untuk konservasi perlu kita lakukan untuk tujuan pelestarian alam laut NTT. Jangan sampai besok-besok, anak cucu kita hanya melihat ikan dari gambar saja, tapi tidak bisa secara langsung karena sudah punah,” tegas Sulastri Rasyid. Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi upaya konservasi laut untuk generasi mendatang.
Kesimpulannya, keberhasilan konservasi laut di NTT tidak terlepas dari peran penting kearifan lokal. Tradisi muro dan kebang telah membuktikan efektifitasnya dalam menjaga kelestarian laut dan sumber daya perikanan. Dukungan pemerintah dan kolaborasi berbagai pihak sangat penting untuk memastikan kelanjutan upaya konservasi ini.