Kejagung Respons Pertanyaan Tom Lembong: Kasus Impor Gula Periode 2015-2016
Kejaksaan Agung menjelaskan alasan hanya Tom Lembong yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula 2015-2016, menekankan periode jabatannya sebagai Menteri Perdagangan.

Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, mempertanyakan mengapa hanya dirinya yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016. Kejaksaan Agung (Kejagung) pun memberikan tanggapan resmi terkait hal ini. Kasus ini berpusat pada dugaan kerugian negara senilai Rp578,1 miliar akibat kebijakan impor gula yang dinilai merugikan negara.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyelidikan kasus tersebut berfokus pada periode 2015-2016, yang merupakan masa jabatan Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan. Kejagung menyatakan bahwa fakta-fakta dan keterlibatan pihak lain akan dikaji lebih lanjut selama proses persidangan. Proses hukum saat ini tengah berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Harli Siregar menambahkan bahwa kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dan pertanggungjawaban menteri perdagangan lainnya akan dipertimbangkan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Kejagung berharap agar semua fakta akan terungkap secara transparan selama proses persidangan berlangsung. Hal ini disampaikan sebagai respons atas pertanyaan Tom Lembong yang mempertanyakan kesetaraan hukum dalam kasus ini.
Penjelasan Kejagung Mengenai Kasus Tom Lembong
Kejagung menekankan bahwa penyidikan kasus ini berfokus pada periode 2015-2016, bertepatan dengan masa jabatan Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan. "Dalam tempus delicti-nya, itu 2015–2016, yang notabene yang bersangkutan (Tom Lembong) adalah pejabatnya di situ. Bahwa sekarang perkara itu sedang berproses di pengadilan, tentu fakta-fakta itu nanti akan dikaji, didalami," ujar Harli Siregar.
Lebih lanjut, Harli Siregar menyatakan bahwa proses hukum akan terus berjalan dan semua fakta akan dikaji secara menyeluruh. Kejagung akan menyelidiki kemungkinan keterlibatan pihak lain dan akan mempertimbangkan untuk meminta pertanggungjawaban kepada menteri perdagangan lainnya jika ditemukan bukti yang cukup. "Kita ikuti saja bagaimana prosesnya, bagaimana fakta-fakta yang ada nanti dalam proses persidangan ini, dan tentu kita harapkan semua terbuka," tambahnya.
Kejagung menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan keadilan ditegakkan. Proses persidangan akan menjadi arena untuk mengungkap seluruh fakta dan bukti yang relevan, sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keterlibatan semua pihak yang terkait.
Tanggapan Tom Lembong dan Tuntutan Jaksa
Tom Lembong sendiri telah menyampaikan keberatannya atas penetapan dirinya sebagai satu-satunya terdakwa. Ia mempertanyakan prinsip equality before the law, karena menurutnya, surat penyelidikan yang diterima mencakup periode 2015-2023, sementara ia hanya menjabat pada 2015-2016. Ia berpendapat bahwa jika terdapat pelanggaran hukum selama periode tersebut, maka semua menteri perdagangan yang menjabat pada periode tersebut seharusnya dimintai pertanggungjawaban.
"Kalau memang perkara yang didakwakan itu 2015 sampai 2023, ya harus konsisten semua menteri perdagangan yang menjabat di periode itu, karena semuanya juga melakukan hal yang sama persis seperti saya atas dasar hukum yang sama. Harus serentak, tidak bisa milih-milih," tegas Tom Lembong.
Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar. Dakwaan tersebut didasarkan pada penerbitan surat pengakuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa melalui prosedur yang seharusnya, yaitu rapat koordinasi antar kementerian dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Ia juga didakwa karena tidak menunjuk BUMN untuk mengendalikan harga gula, melainkan menunjuk beberapa koperasi.
Atas perbuatan yang didakwakan, Tom Lembong terancam hukuman berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Proses persidangan akan terus berlangsung, dan publik menunggu perkembangan selanjutnya untuk melihat bagaimana pengadilan akan memutuskan kasus ini dan apakah akan ada pihak lain yang terlibat dalam kasus ini.