Keberatan Tom Lembong atas Dakwaan Korupsi Masuk Pokok Perkara
Jaksa Agung menilai keberatan Tom Lembong terkait dakwaan korupsi impor gula masuk pokok perkara dan harus dibuktikan kebenarannya di persidangan.

Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, tengah menghadapi persidangan kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015—2016. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Sigit Sambodo, menyatakan bahwa nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Tom Lembong telah masuk dalam pokok perkara. Hal ini disampaikan dalam sidang pembacaan tanggapan terhadap eksepsi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (11/3).
Sidang tersebut membahas keberatan Tom Lembong atas perhitungan kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar yang diklaim oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pihak Tom Lembong mempertanyakan bukti-bukti yang mendukung unsur melawan hukum dalam dakwaan, yang didasarkan pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. JPU membantah keberatan tersebut dan meminta majelis hakim untuk menolaknya.
JPU menegaskan bahwa nota keberatan Tom Lembong, yang mempertanyakan perhitungan kerugian negara dan bukti unsur melawan hukum, merupakan bagian dari pokok perkara yang harus diuji kebenarannya dalam persidangan. Oleh karena itu, JPU meminta persidangan dilanjutkan untuk membuktikan dakwaan yang telah diajukan.
Tanggapan JPU atas Eksepsi Tom Lembong
JPU Sigit Sambodo berpendapat bahwa eksepsi yang diajukan oleh Tom Lembong telah masuk dalam pokok perkara dan karenanya harus dibuktikan di persidangan. JPU juga menyatakan bahwa surat dakwaan telah dibuat secara cermat, jelas, dan lengkap, memenuhi persyaratan formal dan materiel. Hal ini meliputi identitas terdakwa, tanggal, tanda tangan JPU, serta uraian lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, termasuk waktu dan tempat kejadian.
Lebih lanjut, JPU menjelaskan bahwa dakwaan, baik primer maupun subsider, telah memuat seluruh unsur pasal yang didakwakan. Dengan demikian, JPU meminta majelis hakim untuk menolak eksepsi Tom Lembong dan melanjutkan persidangan untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
JPU juga menekankan bahwa Pengadilan Tipikor Jakarta berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini.
Dakwaan terhadap Tom Lembong
Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar terkait kasus dugaan korupsi impor gula. Dakwaan tersebut didasarkan pada penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada 10 perusahaan tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
JPU menduga, surat persetujuan impor tersebut diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah yang akan diolah menjadi gula kristal putih, meskipun perusahaan-perusahaan tersebut diketahui hanya berhak mengolah gula rafinasi. Selain itu, Tom Lembong juga didakwa karena menunjuk koperasi, bukan BUMN, untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula.
Koperasi-koperasi yang ditunjuk meliputi Induk Koperasi Kartika (Imkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Ancaman Pidana
Atas perbuatan yang didakwakan, Tom Lembong terancam pidana berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Persidangan kasus ini akan terus berlanjut untuk menguji kebenaran dakwaan JPU dan keberatan yang diajukan oleh Tom Lembong. Hasil persidangan akan menentukan nasib mantan Menteri Perdagangan tersebut.