Kejagung Ungkap Peran Advokat dan Dirpem JAKTV dalam Kasus Perintangan Penyidikan
Kejaksaan Agung mengungkap keterlibatan advokat Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Direktur Pemberitaan JAKTV, Tian Bahtiar, dalam kasus perintangan penyidikan tiga perkara korupsi besar.

Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil mengungkap peran tiga tersangka, yaitu advokat Marcella Santoso (MS), advokat dan dosen Junaedi Saibih (JS), dan Direktur Pemberitaan JAKTV Tian Bahtiar (TB), dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Pengungkapan ini terkait dengan tiga kasus korupsi besar yang tengah ditangani Kejagung. Ketiga tersangka diduga bekerja sama untuk menyebarkan narasi negatif dan menghambat proses hukum.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa persekongkolan ini dimulai dengan perintah MS dan JS kepada TB untuk menciptakan narasi negatif yang bertujuan menyudutkan Kejagung. Narasi tersebut menyasar penanganan tiga perkara korupsi: korupsi tata niaga komoditas timah PT Timah Tbk (2015-2022), korupsi impor gula atas nama Tom Lembong, dan korupsi fasilitas ekspor CPO.
Narasi negatif ini disebar melalui berbagai platform, termasuk pemberitaan di media daring dan seminar. JS berperan membuat narasi dan opini yang menguntungkan timnya, bahkan sampai membuat metodologi perhitungan kerugian keuangan negara yang berbeda dengan perhitungan Kejagung. TB kemudian menyebarkan narasi tersebut melalui berbagai media sosial dan media online, termasuk JAKTV dan akun resmi media tersebut di TikTok dan YouTube.
Peran Tersangka dalam Perintangan Penyidikan
Lebih lanjut, Qohar menjelaskan bahwa MS dan JS tidak hanya menyebarkan narasi negatif, tetapi juga membiayai seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online. Tujuannya adalah untuk memengaruhi pembuktian perkara di persidangan. Mereka juga membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian ketiga perkara tersebut.
Tian Bahtiar (TB), Direktur Pemberitaan JAKTV, berperan sebagai penyebar narasi negatif melalui media yang dipimpinnya. Ia menerima uang sebesar Rp478.500.000 dari kegiatan tersebut. Kejagung menemukan indikasi penyalahgunaan wewenang karena tidak ada kontrak tertulis antara JAKTV dan pihak-pihak yang terlibat.
"Jadi, tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik sehingga diharapkan, atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan," tegas Qohar.
Dakwaan dan Penahanan Tersangka
Ketiga tersangka didakwa dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. JS dan MS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Sementara itu, MS tidak ditahan karena sudah menjalani penahanan dalam kasus dugaan suap putusan lepas perkara korupsi fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus ini menunjukkan upaya sistematis untuk menghambat proses hukum. Kejagung menegaskan komitmennya untuk menindak tegas segala bentuk perintangan penyidikan agar penegakan hukum tetap berjalan dengan adil dan transparan. Peran media dalam menyebarkan informasi yang akurat dan bertanggung jawab juga menjadi sorotan penting dalam kasus ini.
Kejagung berharap kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan menghindari tindakan yang dapat menghambat penegakan hukum. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting dalam membangun kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.