Kejagung Serahkan Dokumen Kasus Perintangan Penyidikan ke Dewan Pers
Kejaksaan Agung menyerahkan dokumen terkait dugaan perintangan penyidikan melalui narasi negatif kepada Dewan Pers untuk diteliti lebih lanjut terkait dugaan pelanggaran etik.

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menyerahkan sejumlah dokumen terkait kasus dugaan perintangan penyidikan perkara melalui penyebaran narasi negatif kepada Dewan Pers. Penyerahan dokumen tersebut dilakukan pada Kamis di Gedung Dewan Pers, Jakarta. Kasus ini melibatkan tiga tersangka yang diduga menyebarkan berita negatif untuk menyudutkan penyidik Kejagung terkait beberapa kasus korupsi besar.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa dokumen yang diserahkan berjumlah 10 bundel dalam bentuk hard copy. Isi dokumen tersebut berkaitan dengan dugaan perintangan penyidikan yang dilakukan oleh para tersangka. Namun, Harli enggan merinci isi dokumen tersebut, menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Pers untuk meneliti dan menilai.
Penyerahan dokumen ini menjadi langkah penting dalam mengusut dugaan pelanggaran etik jurnalistik yang terkait dengan kasus perintangan penyidikan tersebut. Proses hukum yang sedang berjalan di Kejagung kini berlanjut ke ranah Dewan Pers untuk menyelidiki kemungkinan adanya pelanggaran kode etik jurnalistik dalam penyebaran informasi yang menyesatkan.
Dugaan Perintangan Penyidikan dan Peran Media
Kasus ini bermula dari penetapan tiga tersangka oleh Kejagung atas dugaan perintangan penyidikan dalam tiga kasus korupsi besar. Tersangka yang ditetapkan adalah MS (Marcella Santoso) dan JS (Junaedi Saibih), keduanya advokat, serta TB (Tian Bahtiar), Direktur Pemberitaan JAKTV. Ketiganya diduga melakukan upaya perintangan penyidikan terkait kasus korupsi tata niaga komoditas timah PT Timah Tbk (2015-2022), korupsi impor gula atas nama Tom Lembong, dan korupsi fasilitas ekspor CPO.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa MS dan JS memerintahkan TB untuk membuat dan menyebarkan berita negatif yang bertujuan menyudutkan penyidik Kejagung. TB menerima imbalan sebesar Rp478.500.000,00 untuk menyebarkan berita tersebut melalui media sosial, media online, dan JAKTV News.
Selain menyebarkan berita negatif, JS dan MS juga mendanai demonstrasi, seminar, podcast, dan talkshow yang bertujuan untuk mencoreng citra Kejaksaan Agung. Semua kegiatan ini kemudian dipublikasikan oleh TB melalui berbagai media. Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tanggapan Dewan Pers
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyatakan bahwa dokumen yang diterima dari Kejagung akan segera diteliti untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran etik jurnalistik. Tim Dewan Pers langsung bekerja setelah menerima dokumen tersebut dan akan melakukan penyelidikan secara menyeluruh.
Ninik juga menekankan bahwa hasil penyelidikan akan dikoordinasikan dengan Kejagung. Hal ini menunjukkan komitmen Dewan Pers untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam mengusut kasus ini hingga tuntas dan memastikan akuntabilitas dalam proses penyebaran informasi di media.
Proses penyelidikan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan, sekaligus menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak terkait pentingnya menjaga etika dan profesionalisme dalam penyampaian informasi, khususnya dalam konteks pemberitaan yang berkaitan dengan proses penegakan hukum.
Dengan diserahkannya dokumen tersebut, diharapkan proses penyelidikan Dewan Pers dapat berjalan lancar dan menghasilkan kesimpulan yang objektif dan transparan. Publik menantikan hasil penyelidikan Dewan Pers terkait dugaan pelanggaran etik jurnalistik dalam kasus ini.